Obscuur Libel

yang dimaksud dengan obscuur libel ialah surat gugatan penggugat tidak jelas. Sebab kejelasan suatu surat gugatan merupakan syarat formil sebuah gugatan. Jika melihat beberapa contoh konkrit terhadap beberapa yurisprudensi dan literatur yang ada, maka obscuur libel dapat terjadi terhadap dasar hukum gugatan, objek gugatan, petitum gugatan dan posita gugatan Wanpretasi dan PMH.[1]

Terhadap dasar hukum gugatan

Dasar hukum gugatan atau posita atau fundamentum petendi, yakni dasar hukum dan kejadian atau peristiwa yang mendasari gugatan. Seperti misalnya dalam Putusan Mahkamah Agung No. 616 K/Sip/1973, yang membenarkan putusan PT yang menyatakan:[2]
“Mengenai gugatan terhadap hasil sawah terperkara, walaupun tentang hal ini tidak ada bantahan dan tergugat, yang seharusnya dengan demikian gugatan dapat dikabulkan, tetapi karena penguggat tidak memberikan dasar dan alasan daripada gugatan­nya itu, ialah ia tidak menjelaskan berapa hasil sawah-sawah tersebut sehingga ia menuntut hasil sebanyak 10 gunca setahun, gugatan haruslah ditolak”.

Terhadap Objek Gugatan
Jika objek gugatan tidak diterangkan dengan jelas dan pasti maka gugatan dapat dinyatakan obscuur libel. Tidak jelasnya objek gugatan dapat terjadi seperti jika ukuran objek gugatan yang tercantum dalam gugatan tidak sama dengan yang sebenarnya dikuasai oleh tergugat maka gugatan tersebut dapat dikatakan obscuur libel. Seperti putusan Mahkamah Agung No. 81 K/Sip/1971 yang menyatakan “Karena, setelah diadakan pemeriksaan setempat oleh Pengadilan Negeri atas perintah Mahkamah Agung, tanah yang dikuasai tergugat temyata tidak sama batas-batas dan luasnya dengan yang tercantum dalam gugatan, gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima”.[3]

Selain itu objek gugatan yang tidak menerangkan batas-batas objek yang disengketakan, tidak disebutkan dengan jelas di mana letak objek perkara, tidak menjelaskan ukuran objek perkara, ukuran objek perkara berbeda dengan hasil pemeriksaan langsung dan lain-lain.

Terhadap Petitum Gugatan

Begitu juga dengan Petitum atau tuntutan penggugat, jika tidak dirinci dengan jelas dan pasti maka dapat berakibat gugatan obscuur libel. Seperti misalnya dalam Putusan Mahkamah Agung No. 582 K/Sip/1973, yang mana dalam petitum penggugat meminta:
supaya diputuskan:
  1. Menetapkan hak penggugat atas tanah tersebut;
  2. Menghukum tergugat supaya berhenti bertindak atas tempat tersebut, dan menyerahkan kepada penguggat untuk bebas beritndak atas tempat tersebut.
  3. Menghukum tergugat serta membayar ongkos-ongkos perkara ini.

Sehingga dalam putusannya Mahkamah Agung menyatakan “Karena petitum gugatan adalah tidak jelas gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterirna”.[4]

Petitum gugatan di atas jelas terlihat kekaburannya atau tidak jelas. Yang pertama penggugat meminta ditetapkan hak atas tanah tersebut. Pertanyaan mendasar ialah tanah yang mana ?. Tidak dijelaskan oleh penggugat.

Yang kedua mengenai ‘berhenti bertindak atas tempat tersebut, dan menyerahkan kepada penguggat untuk bebas beritndak atas tempat tersebut’. Penggugat tidak menjelaskan tentang tindakan apa saja yang dimaksud. Sehingga gugatan dianggap obscuur libel.

Begitu juga dalam putusan Mahkamah Agung No. 492 K/Sip/1970, yang menyatakan:[5]
“Gugatan yang tidak sempurna, karena tidak menyebutkan dengan jelas apa yang dituntut, harus dinyatakan tidak dapat diterima, seperti halnya Dalam Perkara ini dituntutkan:
agar dinyatakan syah semua keputusan Menteri Perhubungan Laut, tetapi tidak disebutkan putusan-putusan yang mana,
agar dinyatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum segala perbuatan tergugat terhadap penggugat dengan tidak menyebutkan perbuatan-perbuatan yang mana,
agar dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juga rupiah) tanpa memerinci untuk kerugian-kerugian apa saja”.

Terhadap posita Gugatan Wanprestasi dan PMH

Yang menjadi masalah ialah, jika terjadi penggabungan antara wanprestasi dan PMH maka hal tersebut dapat mengakibatkan gugatan dinyatakan obscuur libel, kecuali dalam penggabungan tersebut jelas dirinci pemisahan antara keduanya. Lebih jelasnya mengenai wanprestasi dan PMH ini silahkan simak pada artikel berikut (Penggabungan Gugatan Wanprestasi dan PMHWanprestasi dan PMH ).


Regards





[1] Yahya Harahap, “Hukum Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Putusan Pengadilan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal. 448.
[2] Putusan Tanggal: 5-6-1975, dengan susunan Mejelis Hakim: 1. Dr. K. Santoso Poedjosoebroto S.H. 2. D.H. Lumbanradja S.H. 3. Indroharto S.H.
[3] Putusan Tanggal: 9-7-1973, dengan susunan Majelis Hakim: 1. Prof. K. Sardjono S.H. 2. D.H. Lumbanradja S.H. 3. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.
[4] Putusan Tanggal: 18-12-1975, dengan susunan Majelis Hakim: 1. Dr. K. Santosa Poedjosoebroto S.H. 2. Indroharto SH. 3. D.H. Lumbanradja S.H.
[5] Putusan Tanggal: 21-11-1970, dengan susunan Majelis Hakim: 1. Prof. K. Subekti S.H. 2. Indroharto S.H. 3. Bustanul Arifin S.H.

Mas Yadi

Author :

Seluruh artikel yang ada di Blog ini merupakan karya dari penulis sendiri, dan jika ada karya dari orang lain, maka sebisa mungkin akan penulis cantumkan sumbernya. Untuk memberikan Masukan, Saran, Sanggahan, dan Pertanyaan, silahkan menggunakan link Contact yang tersedia. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda.
Share Artikel