Error
in Persona
Dalam
Hukum Acara Perdata
Error
in persona terjadi ketika ada kekeliruan pihak dalam gugatan,
entah itu, kurang, lebih, atau salah, baik itu yang terjadi pada pihak
penggugat maupun tergugat. Error in
persona dibagi menjadi 3 (tiga) yakni:
Diskualifikasi in person
Ini terkait dengan pihak yang
menggugat / penggugat. Jika salah pihak yang menggugat maka dikatakan sebagai diskualifikasi in person. Hal ini dapat
dibagi menjadi dua hal:
- Penggugat tidak mempunyai hak untuk menggugat perkara yang disengketakan. Salah satu yang dapat dijadikan dasar ialah Putusan Mahkamah Agung RI No. 442 K/Sip/1973, tanggal 8 Oktober 1973 menyatakan bahwa: “Gugatan dari seseorang yang tidak berhak mengajukan gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima”. Atau bisa juga dikatakan tidak mempunyai hak untuk menggugat karena tidak ada hubungan hukum, misalnya penggugat menggugat pembayaran sewa gedung yang bukan miliknya, salah satu yang dapat dijadikan dasar ialah Putusan Mahkamah Agung RI No. 639 K/Sip/1975, tanggal 28 Mei 1977 menyatakan bahwa : “Bila salah satu pihak dalam suatu perkara tidak ada hubungan hukum dengan objek perkara, maka gugatan harus dinyatakan tidak dapat diterima”;
- Penggugat tidak cakap hukum. Terkait dengan hal ini, tentu mengacu kepada ketentuan Pasal 1330 KUHPerdata.
Gemis Aanhoeda Nigheid
Ini berarti orang yang ditarik
sebagai tergugat salah / keliru. Oleh karena itu, dalam menentukan orang yang
akan ditarik sebagai tergugat harus dipastikan memiliki wewenang untuk
bertindak di pengadilan (persona standi
in judicio), misalnya terhadap orang yang tidak cakap hukum, sebagaimana
Pasal 1330 KUHPerdata berarti harus diikut sertakan walinya sebagai tergugat,
begitu juga dengan badan hukum, harus diperhatikan ketentuan yang ada dalam
anggaran dasarnya dan UUPT terkait dengan kewenangan untuk bertindak di
pengadilan. Dan tentunya juga harus nemiliki hubungan hukum antara penggugat
dan tergugat.
Plurium Litis Consortium
Bentuk error in persona ini terjadi karena kurang pihak. Baik itu
kurangnya pihak penggugat maupun tergugat. Beberapa yurisprudensi yang dapat
dijadikan dasar terhadap plurium litis
consortium yakni:
- Yurisprudensi Mahkamah Agung RI yaitu No. 938 K/SIP/1971 yang dalam pertimbangannya menyatakan bahwa: “Menimbang bahwa meskipun demikian keputusan Pengadilan Tinggi harus dibatalkan sekedar mengenai dictum tentang pembatalan hubungan antara tergugat-tergugat-asal dan orang ke 3 serta pembagian harta warisan, karena untuk ini orang ke 3 harus diikut sertakan sebagai tergugat, ...”;
- Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1078 K/SIP/1972 tanggal 11 Nopember 1975 yang menyatakan bahwa: "Seharusnya Paultje Pinontoan itu diikutsertakan dalam perkara, sebagai pihak yang telah menjual tanah tersebut kepada Penggugat";
- Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 1125 K/Pdt/1984 menyatakan: "Semestinya pihak ketiga yang bernama Oji sebagai sumber perolehan hak Tergugat I, yang kemudian dipindahkan Tergugat-l kepada Tergugat-ll, harus ikut digugat sebagai Tergugat. Alasannya Oji mempunyai urgensi untuk membuktikan hak kepemilikannya maupun asal-usul tanah sengketa serta dasar hukum Oji menghibahkan kepada Tergugat-I";
- Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung RI No. 151/K/Sip/1975 tanggal 13 Mei 1975 yang menyatakan: "Agar tidak cacat hukum yaitu kurang pihak (plurium litis consortium) maka orang yang ikut menjadi pihak dan menandatangani perjanjian harus ikut ditarik sebagai Tergugat";
- Yurisprudensi Mahkamah Agung RI No. 2752 K/Pdt/1983 tanggal 12 Desember 1948 yang menyatakan : "Secara formil harus ikut digugat pihak ketiga dari siapa tanah terperkara diperoleh Tergugat";
Regards
Jun