Jawaban
Terhadap Pokok Perkara
Setelah penggugat mengajukan
gugatan, kemudian tergugat berhak untuk menjawab gugatan tersebut. Dan seperti
yang telah penulis kemukakan sebelumnya surat jawaban umumnya berisikan
eksepsi, Jawaban terhadap pokok perkara, dan jika mau dapat langsung mengajukan
gugatan rekonvensi (gugatan balik). Biasanya ketiganya itu termuat dalam satu
rangkap dokumen.
Dasar
hukum mengajukan jawaban bagi tergugat ialah Pasal 121 Ayat (2) HIR[1]
yang menyatakan “Ketika memanggil si tergugat,
hendaklah diserahkan juga sehelai salinan surat tuntutan, dengan memberitahukan
bahwa ia, kalau mau, boleh menjawab
tuntutan itu dengan surat”.
Dalam memberikan jawaban, maka haruslah disertai dengan
alasan-alasan terhadap jawaban tersebut. Hal ini ditegaskan dalam pasal 113 RV
yang menyatakan “Setelah itu pada hari itu juga atau pada hari lain yang telah
ditentukan, pengacara tergugat
mengajukan jawabannya disertai alasan-alasannya dan turunannya disampaikan
kepada pengacara penggugat”. Kuatnya alasan dan sifat rasionalitas serta
didukung dengan alat bukti yang kuat akan memberikan keuntungan tersendiri bagi
pihak tergugat agar gugatan penggugat dapat dilumpuhkan.
Bentuk jawaban
atas pokok perkara
1.
Pengakuan
Tergugat dapat mengakui apa
saja yang didalilkan dalam gugatan penggugat, baik itu mengakui sebagian dalil
gugatan atau mengakui secara keseluruhan. Namun harus diperhatikan baik-baik
oleh tergugat, bahwasanya pengakuannya terhadap gugatan akan menyebabkan
kelemahan yang sangat dalam pembuktian, karena merujuk pada Pasal 164 HIR dan
Pasal 1866 KUHPerdata yang mengakui bahwa pengakuan sebagai salah satu alat
bukti. Artinya jika penggugat mengakui berarti dia tidak ingin berdebad atau
bertarung argumentasi lagi, namun jika demikian seharusnya tidak sampai dalam
proses seluruhnya, tetapi terhenti pada sidang pertama disaat penawaran damai
oleh hakim. Hal lainnya juga yang harus diperhatikan di saat akan mengakui dalil
gugatan oleh tergugat, bahwa pengakuan tidak dapat ditarik kembali kecuali
pengakuan tersebut disebabkan oleh kehilafan.[2]
2.
Membantah dalil gugatan
Hal seperti inilah yang
sering dilakukan oleh tergugat, yakni membantah dalil gugatan, bentuk bantahan
yang efektif seharusnya disusun dengan sistematis dan harus di dasarkan dengan
alasan-alasan yang menyakinkan.
3.
Tidak mengakui atau
membantah
Bentuk ini hanya berupa
pernyataan dari tergugat terhadap gugatan yang diberikan, hak ini dapat saja
menjadi stategi dari tergugat dengan hanya memberika pernyataan pada jawaban
pertama, namun mengajukan dalil bantahan pada saat mengajukan duplik.
Setelah proses jawaban oleh tergugat maka jawaban tersebut akan
ditanggapi dengan Replik oleh tergugat. Replik tergugat akan dijawab dengan
Duplik oleh tergugat. Prosess jawab menjawab ini didasarkan oleh Pasal 115 RV
yang menyatakan “Setelah jawaban diberikan dalam persidangan, maka pengacara
penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya kembali (replik) yang
dapat dijawab lagi oleh pengacara tergugat (duplik)”.
Kemudian Pasal 116 RV menyatakan “Hakim atas permintaan bersama
para pihak dapat memberi kesempatan untuk saling menjawab”. ketentuan Pasal 116
RV ini membuka peluang jika dimungkinkan untuk memberika kesempatan kepda
penggugat untuk menanggapi duplik tersebut dengan rereplik dan tergugat
menanggapi rereplik tersebut dengan reduplik. Setelah proses jawab menjawab
selesai, dilanjutkan dengan acara pembuktian.
Regards