Kompetensi
Pengadilan (Absolut & Relatif)
Kompetensi pengadilan atau bisa
juga disebut dengan yurisdiksi pengadilan di Indonesia secara umum dibagi
menjadi dua yakni, kompetensi absolute dan kompetensi relatif.
A.
Kompetensi Absolut
Kompetensi
absolut terkait dengan pengadilan APA yang berwenang mengadili,? Misalnya:
antara Pengadilan Umum, Pengadilan Militer, Pengadilan Agama, Pengadilan TUN,
Pengadilan Pajak, dll. Inilah yang dinamakan kompetensi absolut. Yakni
menentukan pengadilan jenis apa yang berwenang mengadili perkara tersebut. Apakah pengadilan umum, militer atau lainnya. Memang secara sepintas terlisat seperti
mudah, namun dalam praktik terkadang cukup sulit, misalnya antara sengketa
waris terhadap objek tanah, atau lainnya. Apakah itu merupakan yurisdiksi PA
atau PN ?
A.
Kompetensi relatif
Yakni terkait
dengan pengadilan MANA yang berwenang mengadili ?. misalnya dalam kasus perdata
biasa terkait dengan wanprestasi maka diajukan ke PN di kab. A, atau PN di Kab.
B, atau di PN lainnya. Nah, sesuai dengan namanya yakni Kompetensi Relatif,
maka penerapannya relatif juga, atau dapat juga menggunakan bahasa syakralnya
para lawyer yakni “tergantung”. Ada beberapa poin yang menentukan Kompetensi
Relatif, namun sebelumnya penulis akan mengutip ketentuan hukum yang
mendasarinya:
Pasal
118 HIR:
(1) Tuntutan (gugatan) perdata yang pada tingkat pertama termasuk lingkup wewenang pengadilan negeri, harus
diajukan dengan surat permintaan (surat gugatan) yang ditandatangan oleh
penggugat, atau oleh wakilnya menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri
di tempat diam si tergugat,
atau jika tempat diamnya tidak
diketahui, kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggalnya yang
sebenamya. (KUHPerd. 15; IR. 101 .)
(2) Jika yang digugat lebih dari seorang,
sedang mereka tidak tinggal di daerah hukum pengadilan negeri yang sama, maka
tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri ditempat salah seorang tergugat yang dipilih oleh penggugat.
Jika yang digugat itu adalah seorang
debitur utama dan seorang penanggungnya maka tanpa mengurangi ketentuan pasal 6 ayat
(2) "Reglemen Susunnan Kehakiman dan Kebijaksanaan mengadili di
Indonesia", tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat tinggal debitur utama atau salah
Seorang debitur utama.
(3) Jika tidak diketahui tempat diam si tergugat
dan tempat tinggalnya yang sebenarnya, atau jika tidak dikenal orangnya, maka tuntutan itu diajukan kepada ketua pengadilan negeri di tempat
tinggal penggugat atau salah seorang penggugat, atau kalau tuntutan itu tentang barang tetap, diajukan kepada ketua pengadilan negeri yang dalam daerah
hukumnya terletak barang tersebut.
(4) Jika ada suatu tempat tinggal yang dipilih dengan surat akta, maka
penggugat, kalau mau, boleh
mengajukan tuntutannya kepada ketua pengadilan
negeri yang dalam daerah hukumnya terletak tempat tinggal yang dipilih itu.
(Ro. 95-11, 4', 5'; KUHPerd. 24; Rv. 1, 99; IR. 133, 238.)
Pasal
118 HIR ini hampir mirip dengan Pasal 142 RBG, hanya saja terdapat sedikit
perbedaan, misalnya Pasal 142 HIR terdiri dari 5 ayat dan pasal 118 HIR terdiri
dari 4 ayat, dan dalam HIR tidak disebutkan dengan jelas jika barang yang tidak
bergerak itu terdapat di beberapa tempat dengan yurisdiksi PN yang berbeda.
Dalam 142 RGB menyatakan dengan jelas dalam ayat 5 yang berbunyi:
“Dalam gugatannya mengenai barang tetap maka gugatan diajukan
kepada ketua pengadilan negeri di
wilayah letak barang tetap tersebut; jika barang tetap itu terletak di dalam wilayah beberapa pengadilan
negeri gugatan itu diajukan kepada salah satu ketua pengadilan negeri tersebut
atas pilihan penggugat. (IR. 119.)”
Dari
dua pasal di atas, dapat disimpulkan poin-poinnya yakni:
- Gugatan diajukan di alamat tergugat (asas Actor Squitur Forum Rei)
- Gugatan diajukan di tempat tergugat tinggal sebenarnya secara fisik
- Jika tergugat lebih dari satu orang, tergugat dapat memilih salah di tempat salah satu tergugat
- Jika yang digugat yakni debitur utama dan penanggungnya maka gugatan diajukan di wilayah debitur utama atau salah seorang debitur utama
- Jika alamat tergugat dan tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka diajukan di pengadilan tempat tinggal penggugat atau salah satu penggugat.
- Jika tergugat tidak dikenal, maka dapat diajukan ke Pengadilan tempat tinggal penggugat
- Untuk barang tidak berberak, maka tuntutan diajukan di daerah pengadilan barang tersebut.
- Jika barang tidak tetap berada di lebih darisatu daerah hukum PN maka diajukan di salah satu daerah hukum PN dari keberadaan benda tersebut
- Jika ditentukan dalam perjanjian antar kedua belah pihak terkait pemilihan PN yang akan ditunjuk untuk memproses sengketa mereka, maka jika mau gugatan boleh diajukan di PN yang dipilih tersebut.
Apakah terlihat
simpel ??, dalam praktik ini bisa menjadi sangat rumit, hal yang tidak pernah
dibayangkanpun dapat terjadi. Tentu masih ada jenis gugatan lain yang perlu
diketahui tempat untuk diajukan gugatan, dan secara tegas tidak dinyatakan di
dalam kedua pasal di atas.
- Dalam hal tergugat adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) maka pengadilan negeri yang berwenang adalah pengadilan negeri dimana ia bekerja (Pasal 20 BW: “Mereka yang ditugaskan untuk menjalankan dinas umum, dianggap bertempat tinggal di tempat mereka melaksanakan dinas”.);
- Dalam hal tergugat tidak cakap untuk menghadap di muka pengadilan, gugatan diajuka kepada pengadilan negeri tempat tinggal orang tuanya, walinya atau pengampunya (Pasal 21 BW: “Seorang perempuan yang telah kawin dan tidak pisah meja dan ranjang, tidak mempunyai tempat tinggal lain daripada tempat tinggal suaminya; anak-anak di bawah umur mengikuti tempat tinggal salah satu dan kedua orang tua mereka yang melakukan kekuasaan orang tua atas mereka, atau tempat tinggal wali mereka; orang-orang dewasa yang berada di bawah pengampuan mengikuti tempat tinggal pengampuan mereka”.);
- Tentang buruh yang menginap di tempat majikannya, maka pengadilan negeri yang berwenang mengadilinya adalah pengadilan negeri tempat tinggal majikannya (pasal 22 BW: “Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal yang lalu, buruh mempunyai tempat tinggal di rumah majikan mereka bila mereka tinggal serumah dengannya”.);
- Dalam hal permohonan pembatalan perkawinan, pengadilan negeri yang berwenang adalah pengadilan negeri dalam daerah hukum dimana perkawinan tersebut dilangsungkan atau ditempat tinggal kedua suami-istri, suami atau istri (Pasal 25 jo. Pasal 63 ayat (1(b)) Undang-Undang No.1 tahun 1974, pasal 38 ayat (1) dan (2) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975);
- Tentang gugatan perceraian dapat diajukan ke pengadilan negeri tempat kediaman penggugat dalam hal tergugat bertempat tinggal di luar negeri dan ketua pengadilan negeri tempat diajukannya gugatan menyampaikan permohonan tersebut melalui perwakilan Republik Indonesia di negara tersebut (Pasal 40 jo. Pasal 63 ayat (1(b)) Undang- Undang No. 1 tahun 1974, pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975).
Selain itu di dalam Reglamen Acara Perdata (RV) yang dalam praktik
masih sering sekali dijadikan landasan penentuan yurisdiksi pengadilan dalam
menggugat suatu perkara. Terkait dengan yurisdiksi diatur di dalam Pasal 99 dan
Pasal 100. Pasal 99 RV (Reglemen Acara Perdata) berbunyi:
1) Seorang tergugat dalam perkara pribadi yang murni mengenai benda-benda
bergerak dituntut di hadapan hakim di tempat tinggalnya. (ISR. 136; KUHPerd.
1724; Rv. 100, 102, 133, 244-2', 260, 926; IR. 118.)
2) Jika tempat tinggalnya di Indonesia tidak dikenal, di hadapan hakim di
tempat tinggalnya yang nyata. (KUHPerd. 17; Rv. 6-70.)
3) Jika ia tidak mempunyai tempat tinggal yang diakui, di hadapan hakim di
tempat tinggal penggugat. (Rv. 100.)
4) Jika mengenai pemegang-pemegang
saham tidak atas nama dalam pinjaman pinjaman uang atau perserikatan-perserikatan yang tidak
diketahui siapa pemiliknya, maka mereka juga digugat di hadapan hakim di tempat tinggal penggugat. (KUHD
40 dst.; Rv. 6-70.)
5) Jika dalam hal-hal tersebut di atas ada beberapa penggugat, gugatan
dilakukan di hadapan hakim dari salah satu di antara para penggugat atas pilihan
mereka.
6) (s. d. u. dg. S. 1912-521.) Dalam hal ada beberapa
tergugat, di hadapan hakim di tempat tinggal salah satu tergugat atas pilihan
penggugat. Dalam hal para tergugat satu sama lain mempunyai hubungan sebagai
tergugat pokok dan penjamin, maka gugatan dilakukan di hadapan hakim di tempat
tinggal orang yang menjadi tergugat pokok atau salah satu dari mereka, kecuali
dalam hal yang diatur dalam alinea kedua pasal 6 RO.
7) (s. d. t. dg. S. 1912-521.) Jika gugatan mengenai tagihan pembayaran
benda-benda bergerak yang telah
dijual dan diserahkan dapat dilakukan baik di hadapan hakim di tempat tinggal tergugat maupun di hadapan hakim di tempat tinggal pembayar, maka
gugatan seharusnya dilakukan atas pilihan
penggugat. (Rv. 9262.)
8)
Dalam perkara mengenai hak atas benda tetap, di hadapan hakim yang di
wilayah hukumnya terletak benda tetap tersebut. (Rv. 102; KUHPerd. 506 dst.)
9) Dalam hal benda-benda tetap terletak di dalam wilayah hukum beberapa raad
van justitie, gugatan dilakukan di hadapan hakim di ibu kota di mana terletak
benda tetap itu, dan jika tidak ada ibu kota, di hadapan Majelis Hakim yang di
dalam wilayah hukumnya terletak salah satu benda tetap itu, atas pilihan
penggugat. (Rv. 498.)
10) Dalam perkara-perkara
campuran, kecuali dalam perkara warisan yang diatur dalam pasal ini, di hadapan
hakim yang di dalam wilayah hukumnya terletak benda tetap itu atau di tempat
tinggal tergugat, atas pilihan penggugat. (Rv. 102.)
11) Dalam perkara persekutuan-persekutuan atau
perserikatan dagang, selama masih
berdiri di tempat
kedudukannya, dan sesudah dibubarkan,
baik di hadapan hakim yang sama itu
maupun di tempat tinggal salah
seorang anggota panitia pembubarnya. (KUHPerd. 1618 dst., 1653 dst.;
KUHD 15 dst., 32; Rv. 6-50.)
12) Dalam perkara warisan: (KUHPerd. 830
dst., 874 dst.; Rv. 7.)
1. karena adanya saling menuntut di antara para waris, termasuk tentang
pembagian harta benda karena pembatalan pembagian harta benda; (KUHPerd. 1066
dst., 1112, 1124; Rv. 689.)
2. karena adanya tuntutan para penagih yang meninggal sebelum diadakan
pembagian harta benda; (KUHPerd. 1100 dst., 1107; Rv. 7.)
3. karena adanya tuntutan yang berhubungan dengan pelaksanaan penetapan hakim
tentang kematian sampai putusan akhir; (KUHPerd. 24, 957 dst., 1005 dst.; Rv.
106.)
diajukan di hadapan hakim yang di dalam wilayah hukumnya warisan jatuh
terbuka. (KUHPerd. 23.)
13) (s.d.u. dg. S.
1906-348.) Dalam perkara-perkara tentang
kepailitan atau keadaan tidak
mampu membayar di hadapan
raad van justitie yang telah menyatakan tergugat dalam keadaan pailit atau
dalam keadaan tidak mampu membayar dan yang putusannya mempunyai akibat-akibat
hukum, jika kepailitan dinyatakan
oleh H.G.H., di hadapan raad
van justitie yang salah satu anggotanya diangkat sebagai komisaris.
(F. I dst., 79 dst.; Rv. 6-61.)
14) Dalam perkara penanggungan, di hadapan hakim yang memeriksa perkara
yang asli yang masih berjalan. (Rv. 70 dst., 76.)
15) Dalam perkara pertanggungjawaban (rekening)
bagi orang-orang yang karena hukum
diangkat sebagai penanggung jawab, di hadapan hakim yang mengangkatnya dan bagi wali atau pengampu di hadapan raad van justitie yang
menunjuknya sebagai wali atau pengampu, atau dalam dua hal itu di hadapan
raad van justitie di tempat tergugat, atau tempat pilihan penggugat.
(KUHPerd. 409 dst., 452, 463, 472, 983; Rv. 674 dst.)
16) Jika ada tempat tinggal
pilihan, di hadapan hakim di tempat tinggal pilihan itu atau di hadapan hakim
di tempat tinggal nyata tergugat, atas pilihan penggugat. (KUHPerd. 24 dst.)
17) Dalam perkara mengenai biaya dan upah
pengacara atau juru sita, di hadapan pengadilan dimana biaya-biaya itu dikeluarkan. (KUHPerd.
1970, 1974; Rv. 59, 607 dst., 610.)
18) (s.d.t. dg. S. 1908-522.) Dalam hal Pemerintah Indonesia mewakili Negara
bertindak sebagai penggugat atau tergugat, maka Jakarta dianggap sebagai tempat tinggalnya. XRv. 6-21.)
Pasal 100 RV berbunyi: “(s.d.u. dg. S. 1915-299,
642.) Seorang asing bukan
penduduk, bahkan tidak berdiam di
Indonesia, dapat digugat di
hadapan hakim Indonesia untuk Perikatan-perikatan
yang dilakukan di Indonesia atau di mana
saja dengan warga negara Indonesia. (ISR. 136; AB. 3; Rv. 99, 761.)”
Pasal
100 RV ini jika kita lebih merincikan maka orang yang berada di luar negeri
dapat digugat di indonesia. Kemudian jika dikaitkan dengan Pasal 118 (3) HIR
maka gugatan diajukan di wilayah hukum pengadilan tempat tinggal penggugat,
meskipun syarat yang dinyatakan dalam Pasal 118 (3) HIR tersebut yakni jika
tempat tinggalnya tidak diketahui, meskipun alamatnya di luar negeri diketahui
dengan pasti, namun yurisdiksi pengadilan, penerapan hukum kita tidak
menjangkau ke sana, maka dapat diinterpretasikan bahwa diluar wilayah Republik
Indonesia dapat dianggap sebagai tempat tinggal yang tidak diketahui.[1]
Di dalam
penerapan ketentuan-ketentuan di atas untuk menerapkan kompetensi relatif,
kadang memerlukan analisa disamping hanya mengambil sebuah pasal lalu menerapkannya
dalam sebuah kasus hukum. Seperti misalnya, telah ditegaskan di dalam Pasal 118
(1) bahwa gugatan diajukan di tempat tinggal tergugat (actor sequitur forum rei), dan di dalam pasal 118 (3) dikatakan
terhadap benda tidak bergerak maka gugatan diajukan di tempat benda itu berada
(forum rei sitae), namun jika gugatan
yang diajukan merupakan tuntutan ganti rugi yang timbul dari Perbuatan Melawan
Hukum (PMH) sesuai dengan Pasal 1365 KUHPerdata, maka gugatan diajukan di
tempat tinggal tergugat, meskipun dasar dari tuntutan atau PMH tersebut timbul
dari objek benda tidak bergerak.[2]
Seperti, jika ada seseorang yang merobohkan, membakar, mengebom atau merusak
vila anda atau salah satu rumah milik anda yang berada di kota lain yang secara
administratif dan nyata anda tidak bertempat tinggal di sana, maka jika anda
akan menggugat pelakunya untuk meminta ganti kerugian, anda harus menggugatnya
di tempat tinggal tergugat (actor squitur
forum rei) buka di tempat vila atau rumah anda yang menjadi penyebab
gugatan itu berada (forum rei sitae).
Yang menjadi perbedaan mendasarnya yakni, jika yang dituntut merupakan objek
benda tidak bergerak maka diterapkan asas forum
rei sitae, namun jika yang dituntut merupakan ganti kerugian, atau yang
lainnya yang bukan terkait dengan sengkta objek benda tidak bergerak tersebut
maka gugatannya menggunakan asas actor
squitur forum rei.
Jika gugatan
diajukan kepada pengadilan yang salah, apakah itu keselahan dalam penentuan
kompetensi absolut atau kompetensi relatif, maka akan mengakibatnya gugatan
mengandung cacat formil, dan dinyatakan tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard) atau biasa
juga disebut “NO” atas alasan hakim tidak berwenang mengadili.
Regards
Jun
[2]M. Yahya
Harahap, “Hukum Acara Perdata”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hal.
194-195. Lihat juga: Putusan MA No.2558 K/Pdt/1984.
Referensi Lainnya:
BW
HIR
RBG
RV