Pihak – Pihak Dalam
Gugatan Perdata
Penggugat.
Yakni,
orang yang merasa hak-hak hukumnya dilanggar, dan jika terdiri dari beberapa
pihak yang merasa sama-sama dilanggar haknya, dapat juga mengajukan gugatan
bersama-sama sehingga disebut juga Para Penggugat.
Tergugat
Yakni
orang atau para pihak yang disangkakan telah melanggar hak-hak hukum penggugat,
jika hanya ada satu tergugat cukup disebut tergugat, namun jika ada beberapa
maka masing-masing ditulis Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, dst dengan
didasari oleh derajat hubugngan masing-masing dalam menuliskan siapa Tergugat
I, siapa Tergugat II, dst. Dan secara bersama-sama keseluruhannya disebut Para
Tergugat.
Turut Tergugat
Yakni
pihak lain yang turut digugat dengan tujuan untuk menjadikan gugatan tersebut
terlihat lengkap. Misalnya dalam perkara perbuatan wanprestasi, maka turut
tergugat ini bukanlah pihak yang melakukan wanprestasi tersebut, namun dia
terkait dalam kronologi kejadian perkara misalnya. Sehingga dalam putusan hakim
nantinya, jika gugatan penggugat dikabulkan maka turut tergugat tidak ikut untuk
menjalankan hukuman namun hanya tunduk dan patuh terhadap putussan tersebut,
dan perbedaan dalam menjalankan putusan ini juga yang menjadi perbedaan
mendasar antara Tergugat dengan Turut Tergugat.
Penggugat Intervensi /
Tergugat Intervensi
Jika
dalam perkara yang sedang berlangsung, ada pihak ketiga yang merasa memiliki
kepentingan terhadap perkara tersebut, maka dia dapat melibatkan dirinya atau
dilibatkan oleh slah satu pihak dalam perkara tersebut. Inilah yang biasa
disebut dengan Intervensi. Dalam melakukan intervensi, pihak ketiga dapat melakukannya
sebagai Penggugat Intervensi atau Tergugat Intervensi. Pengikut sertaan pihak
ketiga dalam proses berperkara ini biasanya dalam bentuk Voeging, Intervensi/Tussenkomst, dan Vrijwaring. Ketiganya ini tidak diatur di dalam HIR maupun RBG,
namun aturannya terdapat di dalam Rv[1]. Dan
beberapa yurisprudensi.
1. Voeging
(menyertai)
Pasal 279 Rv berbunyi “Barangsiapa
mempunyai kepentingan dalam suatu perkara perdata yang sedang berjalan antara
pihak-pihak lain dapat menuntut untuk menggabungkan diri atau campur tangan”.[2] Di
dalam Voeging pihak yang ikut serta
akan menyertakan diri kepada salah satu pihak, apakah itu pihak tergugat
ataupun pihak penggugat. Namun dalam praktik biasanya menyertakan diri untuk
bergabung dengan pihak tergugat disebabkan adanya kepentingan yang sama dengan
pihak tergugat sehingga ikut campur untuk mempertahankan kepentingannya itu. Prosesnya
di pengadilan jika ada pihak yang mengajukan Voeging maka hakim akan memberikan kesempatan kepada masing-masing
pihak yang sedang bersengketa untuk memberikan tanggapan, kemudian akan
diputuskan oleh hakim dalam putusan sela jika permohonan Voeging tersebut dikabulkan.
2.
Intervensi / Tussenkomst
Yurisprudensi MA No. 731 K/Sip/1975,[3]
menyatakan “Intervensi (i.c. tussenkomst) adalah fihak ke-3 yang tadinya
berdiri di luar acara sengketa ini, kemudian masuk dalam proses untuk membela
kepentingannya sendiri”. Dalam hal ini, pihak Intervensi merasa kepentingannya
atau barang miliknya sedang disengketakan antara penggugat maupun tergugat
sehingga dia masuk untuk mengintervensi. Dalam prosesnya hakim akan memutuskan dalam
putusan sela apakah akan menerima intervensi tersebut atau tidak, jika menerima
maka aka nada dua perkara yang akan diproses bersama-sama, yakni gugatan asal
dan gugatan intervensi.
3. Vrijwaring
(ditarik sebagai penjamin)
Pasal 70 Rv berbunyi “jika seorang
tergugat berpendapat ada alasan untuk memanggil seseorang untuk menanggungnya
dan pemanggilan tidak dilakukan sebelum hari siding pemeriksaan perkaranya,
maka ia pada hari yang ditentukan untuk mengadakan bantahan harus mengajukan
kesimpulan disertai alasan-alasan untuk itu sebelum bantahan dilakukan. Di dalam
kesimpulan itu boleh dimasukkan tangkisan tentang ketidakwenangan hakim,
menyimpang dari apa yang ditentukan dalam pasal 114 dan bila ini tidak terjadi
dianggap tidak diajukan, kecuali bila hakim tidak berwenang berdasarkan pokok
perselisihan. Bila penggugat berpendapat ada alasan-alasan untuk memanggil
seseorang untuk menanggungnya, maka ia harus mengajukan permohonan untuk itu
dengan kesimpulan yang disertai alasan-alasan pada hari ia harus mengajukan
jawaban balik (replik). Jika permohonan dikabulkan, maka hakim akan memberikan
waktu yang cukup berdasarkan jarak ke tempat tinggal si penanggung dan
menentuka hari untuk memeriksa perkara pokoknya maupun perkara penanggung. (rv.
99.) Putusan yang mengabulkan permohonan penanggung tidak perlu diberitahukan
kepada penanggung. Hal itu dimasukkan dalam gugatan dan diserahkan
tindakan-tindakannya yang harus disampaikan kepada penggugat dan penanggung. Bila
permohonan ditolak, pada putusan ituhakim menentukan hari pada waktu mana
diadakan panggilan setelah perkara itu dimasukkan kembali dalam daftar giliran siding”.[4] Secara
sederhana ada pihak ketiga yang ditarik untuk bertanggung jawab, biasanya oleh
tergugat agar terlepas dari tuntutan pihak penggugat.
Regard
Jun
[1]
Meskipun
Rv telah dinyatakan tidak berlaku lagi dengan undang-undang Darurat No. 1/1951, namun dalam
praktiknya seringkali aturan ini masih diterapkan guna memperoleh referensi dan
mengisi kekosongan hukum.
[2]
Lihat juga KUHPer Pasal 188 yang berbunyi “Orang yang berpiutang kepada si suami dapat ikut campur dalam
penyidangan perkara untuk menentang tuntutan akan pemisahan harta benda itu”. Dan
Pasal 1558 KUHPer yang berbunyi “Jika orang-orang yang melakukan
perbuatan-perbuatan tersebut menyatakan bahwa mereka mempunyai suatu hak atas
barang yang disewakan, atau jika penyewa sendiri digugat untuk mengosongkan
seluruh atau sebagian dari barang yang disewa atau untuk menerima pelaksanaan
pengabdian pekarangan, maka ia wajib memberitahukan hal itu kepada pihak yang menyewakan
dan dapat memanggil pihak tersebut sebagai penanggung. Bahkan ia dapat menuntut
supaya ia dikeluarkan dari perkara, asal ia menunjuk untuk siapa ia menguasai barang
yang bersangkutan”. Adapun yang dimaksud dengan “orang-orang yang melakukan
perbuatan tersebut” dalam pasal 1558 di atas, maka kita harus mengacu pada
pasal sebelumnya yakni Pasal 1557 KUHPer yang berbunyi “Jika sebaliknya penyewa
diganggu dalam kenikmatannya karena suatu tuntutan hukum mengenai hak milik
atas barang yang bersangkutan, maka ia berhak menuntut pengurangan harga sewa
menurut perimbangan, asal gangguan atau rintangan itu telah diberitahukan
secarasah kepada pemilik.
[3]
Tanggal keputusan yakni 16 Desember 1976.
[4]
Lihat juga pasal-pasal terkait dalam KUHPer yakni: 1084, 1085, 1208, 1474, 1491
dst., 1534, 1558 dst..