Picture by: http://unionism.wordpress.com/ |
Hukum
Acara Pengadilan Hubungan Industrial (PHI)
Pengantar
Bentuk
perselisihan yang dapat diajukan kepada Pengadilan Hubungan ndustrial hanya
meliputi:[1]
- perselisihan hak;
- perselisihan kepentingan;
- perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan
- perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.
Namun
sebelum mengajukan gugatan ke PHI, maka wajib untuk dilalui beberapa proses
penyelesaian sengketa diluar pengadilan. Pertama-tama jika terjadi perselisihan
hubungan industrial maka wajib diupayakan
penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit[2] secara musyawarah untuk mencapai mufakat.[3]
Kemudian Penyelesaian perselisihan melalui bipartit ini harus diselesaikan
paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan, apabila dalam
tempo 30 hari salah satu pihak menolak untuk berunding atau tidak mencapai
kesepakatan, maka perundingan bipartit
dianggap gagal.[4]
Selanjutnya, jika perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau
kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan
setempat (dalam hal ini Depnaker) dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit
telah dilakukan.[5]
Setelah menerima pencatatan dari salah satu atau para pihak, instansi yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih
penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase.[6]
Kemudian jika para pihak tidak memilih saran untuk menyelesaikan perselisihan
melalui konsiliasi atau arbitrase maka instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada mediator.[7]
Dan mediator ini bertugas melakukan
mediasi serta mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak
yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan.[8]
Setelah proses penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai
kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.[9]
Peradilan Hubungan
Industrial
Pada
dasarnya proses beracara di PHI sama dengan proses acara perdata pada lingkup
pengadilan umum, hanya saja ada beberapa hal yang menjadi perbedaan dan
ditentukan secara khusus dalam UU No. 2/2004. Pasal 57 UU 2/2004 menyatakan “Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan Hubungan
Industrial adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum, kecuali yang diatur secara khusus dalam
undang-undang ini”.
Dari bunyi pasal di atas, dapat kita simpulkan bahwa UU No. 2/2004
merupakan lex specialis (bersifat khusus) dibandingkan HIR, RBG atau RV. Hukum
acara perdata diberlakukan dalam proses peradilannya, namun jika ada beberapa
ketentuan terkait dengan proses beracara di PHI telah diatur dalam UU No.
2/2004 maka hukum acara perdata dikesampingkan berlakunya. Oleh karena itu,
penulis hanya akan mengurai beberapa perbedaan mendasar antara hukum acara
perdata dengan ketentuan hukum acara PHI dalam UU No. 2/2004.
Pihak
Yang dapat menjadi pihak dalam PHI yakni buruh/pekerja atau
serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan pengusaha. Hampir mirip dengan
hukum acara perdata, hanya saja dalam PHI lebih ditegaskan lagi bahwa Serikat
pekerja/serikat buruh dan organisasi pengusaha dapat bertindak sebagai kuasa
hukum untuk beracara di Pengadilan Hubungan Industrial untuk mewakili
anggotanya.[10]
Betuk
Gugatan
Bentuk gugatan yang diajukan ke PHI sama dengan bentuk gugatan
ketika kita akan mengajukan gugatan perdata ke PN. Hanya saja, dalam mengajukan
gugatan ke PHI maka harus dilampirkan pula risalah penyelesaian melalui mediasi
atau konsiliasi.[11]
Kewenangan
pengadilan
Yang menarik dan penting menjadi sorotan ialah, terkait dengan PHI
yang berada di mana tempat gugatan itu harus diajukan?. Pertama harus diketahui
terlebih dahulu bahwa PHI tidak terdapat di semua Pengadilan Negeri di seluruh
Indonesia. PHI hanya terdapat di Pengadilan Negeri di Ibukota Provinsi denga
cakupan kerja pada wilayah provinsi tersebut, serta di beberapa wilayah
kabupaten kota yang padat industri biasanya terdapat PHI tersendiri untuk
wilayah kabupaten/kota tersebut.
Kedua terkait dengan ke pengadilan mana gugatan ditujukan?. Maka
hal ini sedikit berbeda dengan hukum acara pidana atau perdata. Jika dalam
hukum pidana berlaku prinsip ‘tempat kejadian perkara’, dalam perdata yang
pertama dijadikan pertimbangan yakni tempat tinggal tergugat. Maka dalam PHI
pengadilan yang berwenang mengadili perkara yang bersangkutan ialah kepada Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat pekerja/buruh bekerja.[12]
Majelis
Hakim
Setelah Ketuan PN menerima gugatan, maka paling lambat selama 7
hari kerja harus menetapkan majelis hakim yang terdiri dari satu orang hakim
ketua dan 2 orang hakim ad-hoc sebagai anggota majelis hakim yang masing-masing
diusulkan oleh serikat pekerja dan organisasi pengusaha.[13]
Proses
Sidang
Satu hal yang perlu diperhatikan dalam PHI, terkait dengan adanya
kemudahan yang diberikan kepada pihak penggugat terkait dengan tidak
sempurnanya isi surat gugatan yakni Hakim berkewajiban memeriksa isi gugatan
dan bila terdapat kekurangan, hakim meminta penggugat untuk menyempurnakan
gugatannya.[14]
Hal ini tentunya akan sangat membantu para buruh/pekerja yang tidak diwakili
oleh advokat dalam membuat gugatan.
Pemeriksaan
Dengan Acara Biasa
- Dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penetapan Majelis Hakim, maka Ketua Majelis Hakim harus sudah melakukan sidang pertama.[15]
- Pemanggilan para pihak untuk menghadiri sidang.[16]
- Sidang terbuka untuk umum, kecuali majelis hakim menetapkan lain.[17] Ini berarti ada kemumkinan sidang tidak terbuka untuk umum dan hanya dalam pembacaan putusan saja nantinya yang terbuka untuk umum.
- Jika salah satu atau para pihak tidak hadir dengan alasan yang tidak dapat dipertanggung jawabkan maka majelis hakim menunda sidang.[18]
- Dalam hal sidang ditunda, majelis hakim menetapkan hari sidang berikutnya dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari kerja sejak hari penundaan.[19]
- Penundaan sidang karena ketidakhadiran salah satu atau para pihak diberikan sebanyak-banyaknya 2 kali penundaan.[20]
- Jika penggugat atau kuasa hukumnya tidak hadir dalam sidang penundaan terakhir, maka gugatan dinyatakan gugur, dan dapat diajukan gugatan dari awal kembali sebanyak satu kali.[21]
- Jika tergugat atau kuasa hukumnya yang tidak hadir dalam sidang penundaan terakhir maka majelis hakim dapat memeriksa dan memutus perselisihan tanpa dihadiri oleh tergugat.[22]
- Dalam hal para pihak hadir pada sidang pertama, dan secara nyata-nyata terbukti pihak pengusaha tidak menjalankan kewajibannya membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh, untuk buruh/pekerja yang diberikan skorsing oleh pengusaha dalam masa proses PHK. Maka Hakim Ketua Sidang harus segera menjatuhkan Putusan Sela pada hari persidangan itu juga atau pada hari persidangan kedua, berupa perintah kepada pengusaha untuk membayar upah beserta hak-hak lainnya yang biasa diterima pekerja/buruh yang bersangkutan.[23]
- Dalam hal selama pemeriksaan sengketa masih berlangsung dan Putusan Sela tidak juga dilaksanakan oleh pengusaha, Hakim Ketua Sidang memerintahkan Sita Jaminan dalam sebuah Penetapan Pengadilan Hubungan Industrial.[24] Dan putusan sela tersebut tidak dapat diajukan perlawanan dan/atau tidak dapat digunakan upaya hukum.[25]
Pemeriksaan Dengan
Acara Cepat
- Syarat untuk dilakukan pemeriksaan dengan acara cepat terdapat dalam Pasal 98 Ayat (1) yang mengatakan “Apabila terdapat kepentingan para pihak dan/atau salah satu pihak yang cukup mendesak yang harus dapat disimpulkan dari alasan-alasan permohonan dari yang berkepentingan, para pihak dan/atau salah satu pihak dapat memohon kepada Pengadilan Hubungan Industrial supaya pemeriksaan sengketa dipercepat”. Meskipun bunyi pasal ini bisa menimbulkan multi tafsir, namun dalam penjelasannya hanya dituliskan kalimat yang populer “cukup jelas”.
- Untuk permohonan pemeriksaan dengan acara cepat akan diputuskan Ketuan PN dengan mengeluarkan penetapan tentang dikabulkannya atau tidak permohonan tersebut dalam jangka waktu 7 hari kerja.[26]
- Jika permohonan dikabulkan maka ketua PN dalam jangka waktu 7 hari kerja setelah dikeluarkannya penetapan tersebut menentukan majelis hakim, hari, tempat, dan waktu sidang tanpa melalui prosedur pemeriksaan.[27]
- Kemudian Tenggang waktu untuk jawaban dan pembuktian kedua belah pihak, masing-masing ditentukan tidak melebihi 14 hari kerja.[28]
Putusan
Ketentuan
umum
Ada 4 hal pokok yang dijadikan pertimbangan oleh majelis hakim
dalam mengambil keputusan yakni hukum, perjanjian yang ada, kebiasaan, dan
keadilan.[29]
Kemudian syarat lain dalam putusan PHI yakni sama dengan putusan di pengadilan
lainnya yakni harus dibacakan dalam sidang yang terbuka untuk umum jika ini
tidak dilakukan maka putusan tersebut tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.[30]
Untuk kerangka susunan sebuah putusan PHI harus memuat:[31]
- Kepala putusan berbunyi: "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA";
- Nama, jabatan, kewarganegaraan, tempat kediaman atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih;
- Ringkasan pemohon/penggugat dan jawaban termohon/tergugat yang jelas;
- Pertimbangan terhadap setiap bukti dan data yang diajukan hal yang terjadi dalam persidangan selama sengketa itu diperiksa;
- Alasan hukum yang menjadi dasar putusan;
- Amar putusan tentang sengketa;
- Hari, tanggal putusan, nama Hakim, Hakim Ad-Hoc yang memutus, nama Panitera, serta keterangan tentang hadir atau tidak hadirnya para pihak.
Jika ketentuan di atas tidak terpenuhi secara keseluruhan maka
akan megakibatkan batalnya putusan PHI.[32]
Urutan
waktu
- Majelis Hakim wajib memberikan putusan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam waktu selambat - lambatnya 50 (lima puluh) hari kerja terhitung sejak sidang pertama.[33]
- Jika dalam pembacaan putusan ada pihak yang tidak hadir, maka Panitera Pengganti Pengadilan Hubungan Industrial dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah putusan Majelis Hakim dibacakan, harus sudah menyampaikan pemberitahuan putusan kepada pihak yang tidak hadir dalam sidang.[34]
- Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja setelah putusan ditandatangani, Panitera Muda harus sudah menerbitkan salinan putusan.[35]
- Panitera Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah salinan putusan diterbitkan harus sudah mengirimkan salinan putusan kepada para pihak.[36]
Upaya Hukum
Harus dipahami bahwa upaya hukum yang dapat ditempuh atas putusan
PHI pada PN adalah kasasi ke MA. Namun sebagaimana yang telah penulis sebutkan
diawal bahwa hanya ada 4 jenis perselisihan yang dapat diproses di PHI. Dua
diantaranya dapat diajukan kasasi dan dua yang lainnya merupakan putusan akhir
dan berdifat tetap sejak putusan PHI pada PN.
Putusan PHI pada PN mengenai perselisihan kepentingan dan
perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan
merupakan putusan akhir dan bersifat tetap.[37]
Sedangkan Putusan PHI pada PN mengenai perselisihan hak dan perselisihan
pemutusan hubungan kerja dapat diajukan kasasi.[38]
Alur proses
kasasi dan waktu
- Permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung harus diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak: bagi pihak yang hadir, terhitung sejak putusan di bacakan dalam sidang majelis hakim; dan bagi pihak yang tidak hadir, terhitung sejak tanggal menerima pemberitahuan putusan.[39]
- Salah satu pihak atau para pihak yang hendak mengajukan permohonan kasasi harus menyampaikan secara tertulis melalui Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat.[40]
- Sub Kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri dalam waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi harus sudah menyampaikan berkas perkara kepada Ketua Mahkamah Agung.[41]
- Penyelesaian perselisihan hak atau perselisihan pemutusan hubungan kerja pada Mahkamah Agung selambat - lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal penerimaan permohonan kasasi.[42]
Regards
Jun
[1] Pasal 2
UU No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
[2]
Perundingan bipartit adalah perundingan antara
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Lihat Pasal 1 Angka (10) UU
No.2/2004.
[3] Ibid, UU
No. 2/2004, Pasal 3 Ayat (1).
[4] Ibid,
Pasal 3 Ayat (2 dan 3).
[5] Ibid,
Pasal 4 Ayat (1).
[6] Ibid,
Pasal 4 Ayat (3).
[7] Ibid,
Pasal 4 Ayat (4).
[8] Ibid,
Pasal 1 Angka (12). Lihat juga Pasal 10 dan Pasal 13.
[9] Ibid,
Pasal 5.
[10]
Ibid, Pasal 87.
[11]
Ibid, Pasal 83 Ayat (1).
[12]
Ibid, Pasal 81.
[13]
Ibid, Pasal 88 Ayat (1 dan 2).
[14]
Ibid, Pasal 83 Ayat (2).
[15]
Ibid, Pasal 89 Ayat (1).
[16]
Ibid, Lihat Pasal 89 Ayat (2, 3, 4, dan 5).
[17]
Ibid, Pasal 95 Atay (1).
[18]
Ibid, Pasal 93 Ayat (1).
[19]
Ibid, Pasal 93 Ayat (2).
[20]
Ibid, Pasal 93 Ayat (3).
[21]
Ibid, Pasal 94 Ayat (1).
[22]
Ibid, Pasal 94 Ayat (2).
[23]
Ibid, Pasal 96 Ayat (1 dan 2); Lihat juga Pasal 155 Ayat (3) UU No. 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan.
[24]
Ibid, Pasal 96 Ayat (3).
[25]
Ibid, Pasal 96 Ayat (4).
[26]
Ibid, Pasal 98 Ayat (2).
[27]
Ibid, Pasal 99 Ayat (1).
[28]
Ibid, Pasal 99 Ayat (2).
[29]
Ibid, Pasal 100.
[30]
Ibid, Pasal 101 Ayat (1 dan 4).
[31]
Ibid, Pasal 102 Ayat (1).
[32]
Ibid, Pasal 102 Ayat (2).
[33]
Ibid, Pasal 103.
[34]
Ibid, Pasal 105.
[35]
Ibid, pasal 106.
[36]
Ibid, Pasal 107.
[37]
Ibid, Pasal 109.
[38]
Ibid, Lihat Pasal 110.
[39]
Ibid, Pasal 110.
[40]
Ibid, Pasal 111.
[41]
Ibid, Pasal 112.
[42]
Ibid, Pasal 115.