Picture by: www.pfac-pro.org |
Fidusia
By.
Junaiding[1]
Sejarah
Singkat
Fidusia atau dalam bahasa inggris Fiduciary telah ada sebagai badan publik
sejak zaman Cicero.[2]
Sedangkan konsep fidusia sendiri telah ada sebelum adanya hukum romawi, yang
mana konsep fidusia terdapat dalam Hukum Islam, laws of Hammurabi of Ancient Mesopotamia, Germanic (Salic) Law, dan
The Jewish Law.[3]
Kemudian untuk konsep hukum dari fidusia telah dikenal sejak zaman Romawi.
Istilah ‘Fiduciary’ merupakan asal
kata dari bahasa latin ‘Fiduciarius’,
yang berarti ‘orang yang memegang suatu kepercayaan’. Dalam konsep hukum Romawi
dikenal istilah fideicommissum dan fiducia. Fideicommissio atau kepercayaan memungkinkan seorang pewaris
menggunakan perantara dalam hal memberikan warisan kepada ahli warisnya yang
secara hukum belum mampu untuk menerima warisan, seperti orang yang belum
dewasa atau belum menikah. Dan fiducia
memberikan peluang kepada debitur untuk mentrasfer kepemilikan properti kepada
kreditur sampai utang debitur terhadap kreditur terlunasi, dan selama jangka
waktu tersebut maka properti itu tidak dapat dijual.[4]
Di Indonesia sendiri, Jaminan Fidusia telah digunakan sejak zaman
penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi (Lihat: Arrest Thoge road 1929, Tgl 25 Januari 1929 Tentang
Bierbrouwerij Arrest (negeri Belanda) dan Arrest Hogger Rechshof 18 Agustus
1932 Tentang BPM-Clynet Arrest (Indonesia)). Pada
zaman dahulu bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi
pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah, dan
cepat, tetapi tidak menjamin adanya kepastian hukum.[5]
Sehingga, pada waktu sebelum diterbitkannya UU No. 42 Tahun 1999
Tentang Jaminan Fidusia, kegiatan pinjam meminjam dengan menggunakan hak
tanggungan atau hak jaminan diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-undang
Nomor 5
Tahun1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, dan
sekaligus sebagai pengganti dari lembaga Hipotek atas tanah dan credietverband.[6]
Pada saat ini, permasalahan terkait dengan fidusia telah diatur
dengan lebih rapi, terlihat dengan adanya UU tentang Jaminan Fidusia, Kantor
Pendaftaran Fidusia, dan ketentuan terkait lainnya.
Ilustrasi
A ingin membeli mobil Hummer dengan cara kredit. B selaku
perusahaan pembiayaan menawarkan kepada A untuk membiayai keinginan A membeli
mobil Hummer tersebut dengan jaminan mobit itu sendiri. Kesepakatan terjadi. A
dan B menandatangani perjanjian pokok tentang utang-piutang terkait dengan
pembiayaan pembelian mobil Hummer tersebut. Berdasarkan perjanjian pokok
tersebut, dibuatlah Akta Jaminan Fidusia oleh Notaris C. Kemudian B
mendaftarkan Jaminan Fidusia tersebut ke Kantor Pendaftaran Fidusia dengan
berkas-berkas yang dibutuhkan. Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan
Sertifikat Jaminan Fidusia sebagai bukti pegangan B bahwa mobil Hummer tersebut
telah dijaminkan secara fidusia. ketika A tidak dapat melunasi cicilan mobilnya
kepada B, maka B dapat mengambil atau mengeksekusi mobil Hummer yang dikuasai
oleh A dan telah dijaminkan fidusia tersebut.
Definisi
UU
No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Pasal 1 (1) menyatakan “Fidusia adalah pengalihan
hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.”
Kemudian di dalam angka dua (2) dikatakan:
“Jaminan Fidusia adalah
hak jaminan atas benda bergerak baik
yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak
tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang
tertentu, yang memberikan kedudukan
yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya.”
Tiga unsur utama dari definisi fidusia di atas, yakni:
- Adanya pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda.
- Didasari oleh kepercayaan.
- Benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Kemudian di dalam definisi tentang jaminan fidusia di atas lebih
diurai lagi terkait dengan pengertian dari kata “benda” yang ada dalam definisi
tentang fidusia. Atau jika kita mengurai unsur dari definisi Jaminan Fidusia di
atas terdiri dari:
- Merupakan hak jaminan.
- Jaminan terhadap benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
- Fungsi jaminan fidusia adalah sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu.
- Penerima fidusia memiliki kedudukan yang diutamakan terhadap kreditur lainnya.
Proses
penjaminan secara fidusia
Dasar yang harus dipahami yakni, jaminan fidusia merupakan perjanjian
ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak
untuk memenuhi suatu prestasi.[7] Atau
secara sederhana misalnya, ada suatu piutang A terhadap B terkait dengan
jual-beli suatu barang, perjanjian jula beli barang antara A dan B yang
pembayarannya masih dalam bentuk piutang merupakan perjanjian pokok, kemudian
atas dasar penjanjian pokok inilah dapat muncul perjanjian ikutan berupa
jaminan fidusia. Sehingga, karena terjadinya jaminan fidusia merupakan ikutan
dari perjanjian pokok, maka salah satu yang menghapuskan fidusia juga yakni
karena hapusnya perjanjian pokok.[8]
Setelah adanya kesepakatan tentang penjaminan secara fidusia, maka
dibuatkanlah akta notaris dalam bahasa Indonesia dan
merupakan akta Jaminan Fidusia.[9] Akta
tersebut memuat paling kurang terkait dengan:[10]
- Identitas pihak Pemberi dan Penerima fidusia;
- Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
- Uraian mengenai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia;
- Nilai penjaminan; dan
- Nilai Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Selanjutnya yakni mendaftarkan fidusia tersebut di Kantor
Pendaftaran Fidusia oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan mengisi formulis permohonan yang
disediakan serta melampirkan:[11]
- Salinan akta notaris tentang pembebanan Jaminan Fidusia;
- Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia;
- Bukti pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia.
Untuk ketentuan lebih lanjut tentang cara pendaftaran jaminan
fidusia, telah diatur secara khusus oleh Peraturan
Pemerintah No. 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan
Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Kemudian,
Kantor Pendaftaran Fidusia akan menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia yang yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia. Jaminan
Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam
Buku Daftar Fidusia.[12]
Jika debitur cidera janji, maka penerima Jaminan Fidusia dapat
mengeksekusi langsung objek jaminan fidusia, sebagaimana yang ditegaskan dalam
definisi tentang Jaminan Fidusia diatas, bahwa penerima fidusia memiliki
kedudukan yang diutamakan dibandingkan dengan kreditur lainnya. selain itu Pasal
15 (2) UU 42/1999 memberikan penguatan dengan menyatakan “Sertifikat Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.” Ini tentunya memberikan keuntungan
tersendiri bagi penerima Jaminan Fidusia. bahkan di dalam Pasal 27 UU 42/1999 ditegaskan
kembali dalam ayat (1) dinyatakan “Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan
terhadap kreditor lainnya.” hak untuk didahulukan ini juga bahkan berlaku
terhadap pemberi fidusia yang dinyatakan pailit dan atau likuidasi, yang mana di
dalam Pasal 27 (3) UU 42/1999 dinyatakan “Hak yang didahulukan dari Penerima
Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi
Fidusia. Untuk ketentuan lebih lanjut terkait dengan eksekusi Objek Jaminan
Fidusia diatur dalam Peraturan Kapolri
No. 8 Tahun 2011, Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
Hapusnya jaminan fidusia dikarenakan 3 faktor, yakni:[13]
- Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia;
- Pelepasan hak atas Jaminan Fidusia oleh Penerima Fidusia; atau
- Musnahnya Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia.
Kemudian,
Penerima Fidusia memberitahukan kepada Kantor
Pendaftaran Fidusia mengenai hapusnya Jaminan Fidusia dengan melampirkan
pernyataan mengenai hapusnya utang, pelepasan hak, atau musnahnya Benda yang
menjadi obyek Jaminan Fidusia tersebut.[14] Selanjutnya
ditindak lanjuti oleh Kantor Pendaftaran Fidusia dengan mencoret pencatatan
Jaminan Fidusia dari Buku Daftar Fidusia dan diterbitkanlah surat keterangan
yang menyatakan Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan tidak berlaku
lagi.[15]
Dasar Hukum
- KUHPerdata (BW).
- Undang - Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
- Undang – Undang No. 37 Tahun 2004, Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
- Undang-undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Khususnya Pasal 15, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia).
- Undang-undang No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (khususnya yang mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah negara).
- Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak tanggungan, (terkait dengan Pasal 3 UU No 42/1999 yang menyatakan hak tanggungan tidak dapat dijadikan Jaminan Fidusia, dan berdasarkan UU No. 4/1996 ini, bangunan di atas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani hak tanggungan, sehingga bangunan tersebut dapat dijadikan objek jaminan fidusia).
- Undang - Undang No. 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah. (terkait dengan pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di daerah tingkat II).
- Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia
- Peraturan Kapolri No. 8 Tahun 2011, Tentang Pengamanan Eksekusi Jaminan Fidusia.
- Dan lain-lain.
Regards
[1] Penulis, adalah pemilik dan penulis seluruh artikel
yang ada di blog ini. Lulus dari Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar.
Dan merupakan penghuni baru di dalam rimba sebuah profesi yang dinamai
“Advokat”.
[2] Evan Fox-Decent,
“Sovereignty’s
Promise: The State as Fiduciary”, (USA, New York: Oxford University
press Inc., 2011), P. 30.
[3] Tamar
Frankel, “Fiduciary Law: Analysis, Definition, Relationships, Duties, Remedies
Over History and Cultures”, (Anchorage, AK: Fathom Pub Co., 2008), P.
7-14.
[4] Evan
Fox-Decent, Op., Cot., P. 30-31.
[5] Penjelasan
terhadap ketentuan umum dari UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
[6] Ibid.
[7] Pasal 4,
UU No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia.
[8] Ibid., Lihat
Pasal 25.
[9] Ibid.,
Pasal 5 (1).
[10] Ibid.,
Pasal 6.
[11][11] Ibid.,
Pasal 11, 12,13; Lihat juga Pasal 2 (4) Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 2000
Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan
Fidusia.
[12] Ibid.,
Pasal 14.
[13] Ibid.,
Pasal 25 (1).
[14] Ibid.,
Pasal 25 (3).
[15] Ibid.,
Pasal 26.