Pic By. www.newstalk650.com |
Reformasi
Peradilan
Reformasi peradilan kita didasari oleh
Konstitusi, amandemen demi amandemen dilakukan sehingga menghadirkan wajah dan
bentuk baru pada lembaga peradilan kita. Pada amandemen ke-3 Dua buah institusi baru diperkenalkan, yaitu Mahkamah Konstitusi
sebagai pelaku kekuasaan kehakiman tertinggi di samping Mahkamah Agung, serta
Komisi Yudisial.[1] Amandemen UUD 1945 yang ke-3 juga memperlihatkan
adanya perbaikan rumusan pasal yang mempunyai tujuan untuk menjadikan kekuasaan
kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka dengan tujuan menegakkan hukum dan
keadilan.[2]
Selain itu, Perbaikan lain yang
dirumuskan dalam UUD Tahun 1945 meliputi: kesatu, menjelaskan siapa saja yang
melakukan kekuasaan kehakiman; kedua, apa saja wewenang dari Mahkamah Agung, Mahkamah
Konstitusi dan Komisi Yudisial; ketiga, adanya perntah untuk merumuskan
susunan, kedudukan dan keanggotaan diatur di dalam undang-undang; keempat,
hukum acara dari Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi juga diminta untuk
diatur di dalam suatu undang-undang.[3]
Dengan adanya perubahan mendasar tersebut diharapkan
adanya angin segar dalam dunia penegakan hukum kita, namun ada yang beranggapan
bahwa Secara umum tingkat
kepercayaan publik terhadap institusi peradilan (kecuali terhadap Mahkamah
konstitusi)[4]
harus diakui masih cukup rendah, bahkan tampaknya tidak ada perubahan sebelum
atau sesudah terjadi amandemen atas bab Kekuasaan Kehakiman tersebut.[5]
Hal yang sama juga terjadi pada Keberadaan Komisi Yudisial yang menurut pasal
24B UUD 1945 memiliki fungsi mengusulkan calon Hakim Agung serta wewenang lain
dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat serta
perilaku hakim, suatu institusi yang awalnya diharapkan dapat membantu merubah
kondisi peradilan Indonesia, tampaknya tak banyak membantu, setidaknya yang
terlihat hingga saat ini.[6]
Hal lainnya lagi terkait
dengan pengadilan-pengadilan yang berada di bawah wewenang Mahkamah Agung,
seperti Pengadilan Tata Usaha Negara yang mana hingga saat ini masih
menimbulkan beragam polemik, seperti pembayaran uang paksa (dwangsom) dan
eksekusi putusan.[7]
Begitu juga dengan masalah di Pengadilan Hubungan Industrial yang banyak
dikeluhkan adalah masalah prosesnya yang berbelit-belit padahal perkaranya
sebagian besar menyangkut kehidupan buruh yang belum tentu memiliki cukup
banyak persediaan keuangan untuk melalui semua proses tersebut, disamping
masalah biaya berperkara, dan terlalu bersifat formalistik.[8]
Selain itu dalam lingkup pengadilan umum khususnya dalam kasus-kasus perdata
masih banyak juga menyisakan masalah-masalah kekosongan hukum, dan meskipun
kekosongan hukum itu telah berupaya ditutupi dari yurisprudensi MA, namun
yurisprudensi MA sendiri sangat banyak sekali yang bertentangan satu sama
lainnya.
Regards
Jun
[1]
Lihat UUD 1945, Pasal 24, 24A, 24B, dan 24C.
[2]
Bambang Widjojanto, “Reformasi Konstitusi: Perspektif Kekuasaan
Kehakiman”, Diakses dari: http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/htn-dan-puu/742-reformasi-konstitusi-perspektif-kekuasaan-kehakiman.html,
Pada tanggal 13 April 2014.
[3]
Ibid.
[4]
Kepercayaan masyarakat-pun saat ini terhadap Mahkamah Konstitusi mulai surut
sejak peristiwa penangkapan mantan ketuan MK “AM” yang diduga terlibat kasus
korupsi.
[5]
Asril, “Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandemen Konstitusi”, Diakses dari: http://www.leip.or.id/artikel/89-kekuasaan-kehakiman-pasca-amandemen-konstitusi.html,
Pada tanggal 13 April 2014.
[6]
Ibid.
[7] Hukum
Online, “Eksekusi dan Dwangsom, Masalah yang Tetap Krusial di PTUN”,
Diakses dari: http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4aeb06888e0a0/eksekusi-dan-dwangsom-masalah-yang-tetap-krusial-di-ptun,
Pada Tanggal 13 April 2014. Lihat juga: Muhammad Yasin, “Masalah Eksekusi Paksa Putusan
PTUN”, Diakses dari: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5206db0fe239e/masalah-eksekusi-paksa-putusan-ptun,
Pada Tanggal 13 April 2014.
[8] Hukum
Online, “PHI, Kuburan Keadilan Bagi Buruh”, Diakses dari: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol18706/phi-kuburan-keadilan-bagi-buruh,
Pada tanggal 13 April 2014.