Patologi Proses
Peradilan Pidana
Secara sederhana patologi bisa kita
katakan sebagai kesalahan, meskipun banyak juga pendapat yang mengatakan
penyakit, penyimpangan, pelanggaran. Terkait dengan proses peradilan pidana,
memang dalam kenyataannya banyak sekali terjadi kesalahan-kesalahan yang
terjadi baik itu akibat celah yang ada dalam peraturan, maupun (sebagian besar)
karena masalah oknum penegak hukumnya.
Dalam proses peradilan pidana jika
kita membaginya secara garis besar maka akan terdapat 3 proses utama, yakni
pra-ajudikasi, ajudikasi, dan pasca-ajudikasi. Di dalam ketiga proses ini tidak
jarang terjadi kesalahan-kesalahan.
Mulai dari tahap Penyelidikan, penyidikan,
dan penuntutan, masalah-masalah yang sering terjadi pada tahapan ini
diantaranya yakni, salah tangkap[1],[2],
kriminalisasi kasus perdata, penyiksaan oleh oknum penyidik, diskriminasi,
penyuapan, SP3 yang bermasalah dan lain-lain. Dalam tahap peradilan kita masih
dibayangi oleh perkara hakim yang terlibat korupsi[3].
Dan pada tahap proses menjalani hukuman di Lapas yang penuh dengan masalah,
tidak perlu membuat daftar panjang sebut saja salah satu yang paling fenomenal
kasus mantan pegawai pajak inisial GT, atau AS yang punya sel mewah layaknya
hotel.
Jika dilihat secara kemyeluruh,
tiga hal yang dapat dika katakan sebagai penyebab utama kemelut di atas.
Pertama yakni masalah oknum dari penegak hukum itu sendiri yang memang sedari
awal hanya mengejar jabatan tersebut untuk disalah gunakan, kita bisa
melihatnya mulai dari proses rekruitment hakim, jaksa, dan polisi, sudah lumrah
kita mendengar di masyarakat bahwa jika mau menjadi penegak hukum di atas
minimal sekian yang harus disiapkan,
sehingga sedari awal memang sebagian sudah bermental korupsi. Kedua yakni
masyarakat sendiri yang kurang paham hukum, sehingga ketika berhadapan dengan
penegak hukum, tidak mengerti apa-apa saja yang menjadi hak-hak hukumnya, maka
tindakan-tindakan seperti penyiksaan dan tekanan lainnyapun sulit terelakkan,
begitu juga dengan pemikiran umum dalam masyarakat bahwa ketika berhadapan
dengan penegak hukum lebih baik mencari jalan damai yang singkat dan tidak
merepotkan daripada menempuh proses hukum yang berbelit (atau sengaja dibelitkan) dan memakan waktu yang panjang. Ketiga
tentu adanya celah yang dimungkinkan oleh hukum kita sendiri, sehingga celah
itulah yang memberikan kesempatan bermain
para oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab ini.
Regards
Jun
[1] Dalam
catatan akhir IPW akhir tahun 2012 lalu, dengan judul “Catatan Akhir Tahun 2012 IPW:
Masih Banyak Korban Salah Tangkap”, IPW merilis 37 kasus salah tembak
sepanjang tahun 2012. Selengkapnya dapat dilihat di: http://www.indonesiapolicewatch.com/kajian, diakses
tanggal 13 April 2014.; Baca juga: Hukum Online, “Masih Sulit Memetakan Penyiksaan
yang Dilakukan Penyidik”, dapat diakses di: http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol21151/masih-sulit-memetakan-penyiksaan-yang-dilakukan-penyidik-, diakses
tanggal 13 April 2014.
[2] Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)
mencatat sepanjang tahun 2013 aparat Kepolisian telah 31 kali melakukan salah
tangkap. PBHI mencatat ada 446 kasus penembakan terhadap tersangka yang
dilakukan petugas kepolisian, Dari 446 kasus penembakan terhadap tersangka,
PBHI menemukan adanya 661 korban dimana 115 orang di antaranya berakhir dengan
kematian. Selain penembakan terhadap tersangka, kasus pelanggaran HAM yang
telah dilakukan petugas kepolisian yakni adanya pemukulan dan penyiksaan di
tahanan, dari 61 kasus penyiksaan
tersangka di tahanan, dengan korban 294 orang, 18 diantaranya meninggal dunia.
Selengkapnya dapat dilihat di: http://www.merdeka.com/peristiwa/pbhi-sepanjang-tahun-2013-polisi-31-kali-salah-tangkap.html,
Diakses Tanggal 13 April 2014.
[3] Hakim
yang terlibat korupsi diantaranya: ‘ST’ mantan hakim dari PN Kota bandung
difonis 12 tahun; ‘HK’ Mantan hakim khusus Pengadilan Tipikor Pontianak divonis
6 tahun penjara; ‘ID’ Mantan hakim PHI Bandung divonis 6 tahun penjara; ‘S’
matan hakim PN Jakpus divonis 4 tahun penjara; ‘HA’ mantan hakim PN Jaksel
divonis 4,6 tahun penjara. Diakses dari: http://www.tempo.co/read/news/2013/12/17/063538201/Daftar-Para-Hakim-Korup, pada
tanggal 13 April 2014.