Terjadinya Hak Milik
Berdasarkan Ketentuan Peraturan Pemerintah
Salah
satu cara terjadinya hak milik atas tanah berdasarkan ketentuan Peraturan
Pemerintah ialah dengan jalan Permohonan pemohon kepada pejabat yang berwenang
untuk memperoleh hak milik atas tanah Negara. Beberapa peraturan pemerintah
yang mendasari terjadinya hak milik atas tanah ialah:
1. Peraturan
Menteri Muda Agraria No. 15 Tahun 1959 Tentang Pemberian dan Pembaharuan
Beberapa Hak Atas Tanah Serta Pedoman Menganai Tata-Tjara Kerdja Bagi
Pedjabat-Pedjabat Jang Bersangkutan
Peraturan
Menteri Muda Agraria No. 15 Tahun 1959 ini mulai berlaku sejak tanggal 15
Nopember 1959 sampai dengan tanggal 26 Juni 1973, karena Peraturan ini telah
dicabut dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah.[1] Di
dalam peraturan ini ditentukan bahwa tanah-tanah yang dapat diberikan dengan
hak milik ialah tanah-tanah Negara bebas yang oleh Menteri Muda Agraria telah
ditetapkan peruntukannya untuk diberikan dengan hak milik.[2]
Adapun cara untuk memperolehnya ialah dengan mengajukan permohonan secara
tertulis kepada pejabat yang berwenang melalui kepala agraria daerah/kota yang
bersangkutan, dengan turut serta dilampirkan syarat-syarat yang diharuskan.
Meskipun
peraturan ini sudah tidak berlaku lagi, namun yang ingin penulis tegaskan
ialah, bahwa peraturan ini pernah berlaku sejak tahun 1959 sampai dengan tahun
1973 (14 tahun). Dengan demikian berarti banyak tanah-tanah yang sampai
sekarang statusnya sebagai Hak Milik, terjadi atas dasar peraturan ini.
Sehingga jika tanah-tanah tersebut, pada saat sekarang ini dipermasalahkan oleh
pihak-pihak yang merasa dirugikan, karena proses pemberian hak milik atas tanah
tersebut dalam kurun waktu berlakunya peraturan ini diduga melanggar hukum,
maka tentunya yang dijadikan dasar untuk menilai hal itu ialah tetap kembali
pada Peraturan Menteri Muda Agraria No. 15 Tahun 1959 ini.
2. Peraturan
Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973 Tentang Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata
Cara Pemberian Hak Atas Tanah
Di
dalam peraturan ini dikatakan bahwa hak milik atas tanah dapat diberikan kepada
orang atau badan hukum terhadap tanah negara. Proses pemberiannya pun diawali
dengan permohonan hak milik oleh pihak yang memohon kepada Pejabat yang berwenang dengan
perantaraan Bupati Walikota Kepala Daerah c.q. Kepala Sub Direktorat Agraria
Kabupaten/Kotamadya yang bersangkutan, secara tertulis dan dilapirkan dengan
seluruh persyaratan yang telah ditentukan. Yang pada akhirnya akan menghasilkan
Surat Keputusan Pemberian Hak Milik Atas Tanah yang dimohonkan tersebut. surat
keputusan inilah yang kemudian dijadikan dasar untuk menerbitkan sertipikat hak
milik.
Peraturan
ini berlaku mulai dari tanggal 26 Juni 1973 sampai dengan 24 Oktober 1999,
karena dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi dengan PMNA/KBPN No. 9 Tahun
1999 Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan. Sehingga dalam kurun waktu 26 tahun tersebut, peraturan inilah
yang dijadikan dasar untuk pemberian hak milik atas tanah negara.
3. Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1999
Tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak
Pengelolaan
PMNA/KBPN
No. 9 Tahun 1999 inilah yang hingga sekarang masih berlaku dan dijadikan dasar
untuk memberikan hak milik atas tanah Negara.[3] Di
dalam peraturan ini diatur bahwa hak milik atas tanah yang berasal dari tanah
negara dapat diberikan kepada subjek hak milik dengan cara mengajukan
permohonan oleh yang memohon hak milik secara tertulis yang memuat terkait
dengan keterangan mengenai pemohon, keterangan mengenai tanahnya yang meliputi
data fisik dan data yuridis, dan hal-hal lainnya yang dianggap perlu.[4] Selanjutnya
surat permohonan tersebut harus dilampirkan dengan bukti data diri pemohon,
bukti-bukti surat terkait dengan tanahnya yang meliputi data fisik dan data
yuridis, serta Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status
tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon termasuk bidang tanah yang
dimohon.[5]
Setelah
permohonan tersebut diajukan, kemudian kantor pertanahan akan melakukan
pemeriksaan dan penelitian data-data yang menjadi dasar permohonan hak milik
atas tanah Negara. Kemudian berdasarkan kewenangan masing-masing Kepala Kantor
Pertanahan, atau Kepala Kantor Wilayah BPN, atau Menteri Agraria/Kepala BPN,
menerbitkan keputusan pemberian hak milik atas tanah yang dimohon atau
keputusan penolakan yang disdertai dengan alasan penolakannya. Selanjutnya,
Surat Keputusan Pemberian Hak Milik Atas Tanah Negara inilah yang kemudian
dijadikan dasar oleh Kepala Kantor Pertanahan untuk menerbitkan Sertipikat Hak
Milik.
[1]
Lihat
Pasal 32 Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973 Tentang
Ketentuan-Ketentuan Mengenai Tata Cara Pemberian Hak Atas Tanah, kemudian
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1973 ini dicabut lagi dengan
PMNA/KBPN No. 9 Tahun 1999.
[2] Pasal 1
Peraturan Menteri Muda Agraria No. 15 Tahun 1959 Tentang Pemberian dan
Pembaharuan Beberapa Hak Atas Tanah Serta Pedoman Menganai Tata-Tjara Kerdja
Bagi Pedjabat-Pedjabat Jang Bersangkutan
[3]
Peraturan
Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 9 Tahun 1999 Tentang Tata Cara Pemberian
dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan, masih berlaku
berkaitan dengan Tata Cara Pemberian Hak atas Tanahnya. Sedangkan yang
berkaitan dengan tata cara pembatalannya telah dicabut berdasarkan Peraturan
Kepala BPN No. 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus
Pertanahan.
[4] Lihat
Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional No. 9 Tahun 1999.
[5] Op.,
Cit., Lihat Pasal 10.