Terjadinya Hak Milik
Atas Tanah Melalui Proggram Landreform[1]
Dalam
kurun waktu antara tahun 1960 sampai dengan tahun 1967, dikenal dengan periode
landreform. Karena disinilah awal mula kebijakan landreform diterapkan, yang
mana kebijakan ini bertujuan untuk pemerataan penguasaan tanah kepada warga
negara, agar tidak terjadi kesenjangan ekonomi yang tinggi antara warga
masyarakat, disamping itu, juga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara
lebih merata.
Payung
hukum terhadap kebijakan landreform ini ialah UUPA dan Undang-Undang No. 56
Prp. Tahun 1960 Tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian.[2] Di
dalam UUPA, memang terdapat beberapa pasal yang dibentuk berdasarkan semangat
pemerataan kepemilikan atas tanah, namun yang paling mendasar ialah Pasal 7[3]
dan Pasal 10 ayat (1)[4]
UUPA.
Untuk
pelaksanaan landreform sendiri, secara teknis diatur dalam Peraturan Pemerintah
No. 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti
Kerugian, yang kemudian diubah dan ditambah dengan Peraturan Pemerintah No. 41
Tahun 1964 Tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun
1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian. Selain
itu juga, terdapat banyak sekali peraturan yang terkait langsung dengan
pelaksanaan landreform baik itu yang pernah ada (sudah tidak berlaku lagi)[5],
maupun yang masih berlaku hingga sekarang. Beberapa peraturan tersebut, selain
4 peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas ialah:
- Undang-undang No. 21 tahun 1964 tentang Pengadilan Landreform;
- Undang-undang No. 6 tahun 1969 Tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
- Undang-Undang No. 7 Tahun 1970 Tentang Penghapusan Pengadilan Landreform;
- Keputusan Presiden No. 131 Tahun 1961 Tentang Organisasi Penyelenggaraan Landreform;
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 263 Tahun 1964 Tentang Penyempurnaan Panitya Landreform Sebagaimana Termaksud Dalam Keputusan Presiden No. 131 Tahun 1961;
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1980 Tentang Organisasi dan Tatakerja Penyelenggaraan Landreform;
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1999 Tentang Tim Pengkajian Kebijaksanaan dan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Rangka Pelaksanaan Landreform;
- Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 1999 Tentang Tim Pengkajian Kebijaksanaan dan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Rangka Pelaksanaan Landreform;
- Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1964 Tentang Cara Pemungutan Uang Dalam Rangka Pelaksanaan Landreform (T.L.N. No. 2681);
- Peraturan Menteri Agraria Nomor 8 Tahun 1964 Tentang Cara Pemungutan Bagian Bagi Hasil Yang Harus Diserahkan Kepada Pemerintah Cq Panitya Landreform Kecamatan Sebagai Dimaksud DalamPeraturan Menteri Pertanian dan Agraria Nomor 4 Tahun 1964;
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1991 Tentang Pengaturan Penguasaan Tanah Obyek Landreform Secara Swadaya;
- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 1992 Tentang Tata Cara Pemungutan Uang Pemasukan Tanah-Tanah Obyek Landreform;
- Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1995 Tentang Perubahan dan Penyempurnaan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1991 Tentang Pengaturan Penguasaan Tanah Obyek Landreform Secara Swadaya;
- Keputusan Menteri Agraria No. SK. 273/KA Tahun 1961 Tentang Penunjukan Daerah Percontohan Landreform;
- Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK. 508/KA/1961 Tentang Saat Mulai Bekerjanya Penitia Landreform Daerah Tingkat II/Kotapraja;
- Keputusan Menteri Agraria No. SK. 45/Depag/64 Tentang Pembentukan Komando Penyelesaian Landreform;
- Keputusan Menteri Agraria/Ketua Badan Pekerja Panitya Landreform Pusat No. SK. 2/Depag/1965Tentang Pemberhentian Wakil Dari Persatuan Rakyat Tani (Perta) Dari Keanggautaan Badan Pertimbangan dan Pengawasan Pelaksanaan Landreform Pusat;
- Keputusan Menteri Agraria/Ketua Badan Pekerja Panitya Landreform Pusat No. BM/3/36 Tentang Pengangkatan/Penegasan Keanggautaan Badan Pertimbangan dan Pengawasan Pelaksanaan Landreform Pusat (Disempurnakan);
- Keputusan Menteri Agraria No. SK. 88/DEPAG/1965 Tentang Penghentian Untuk Sementara Semua Kegiatan Anggauta-Anggauta Panitya Landreform Pusat/Daerah Yang Mewakili Barisan Tani Indonesia (B.T.I.);
- Keputusan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 11 Tahun 1997Tentang Penertiban Tanah-Tanah Obyek Redistribusi Landreform;
- Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 25 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Permohonan Penegasan Tanah Negara Menjadi Obyek Pengaturan Penguasaan Tanah/Landreform;
- Surat Edaran Direktur Jendral Agraria Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor DLR/I/387/I/69 Tanggal 24 Januari 1968 Perihal Peningkatan Pelaksanaan Landreform dalam Rangka Repelita;
- Surat Edaran Direktur Jendral Agraria Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 03/Instr./DLR/1968 Tanggal 13 Juli 1968 Perihal Laporan Pengaruh Landreform Terhadap Naik/Turunnya Produksi dan Taraf Hidup Kaum Tani Penerima Redistribusi Tanah;
- Surat Edaran Direktur Jendral Agraria Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor DLR. 1/10/1/70 Tanggal 3 Januari 1970 Perihal Peta Kegiatan Pelaksanaan Landreform;
- Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor Dlr.5/207/5-78 Tanggal 15 Mei 1978Perihal Peningkatan Kegiatan Pembinaan Administrasi dan Petani Landreform;
- Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 592.13/2796/AGR Tanggal 19 Mei 1983Perihal Tanah Obyek Landreform Yang Belum Diredistribusikan Dibebaskan Untuk Kepentingan Pemerintah;
- Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia Nomor 410-1512 Tanggal 14 Juni 2004Perihal Penegasan Tanah Obyek Pengaturan Penguasaan Tanah/Landreform dan Pelaksanaan Redistribusinya;
- Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri No. SK. 16/DDT/Agr/68 Tentang Pelarangan Kepada Semua Gubernur Kepala Daerah Cq. Kepala Kantor Inspeksi Agraria / Kepala Dinas Agraria Daerah Istimewa Yogyakarta Untuk Mengadakan Pencabutan Surat-Surat Keputusan Pemberian Hak Milik Dalam Rangka Redistribusi Tanah Obyek Landreform;
- Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 258 Tahun 1975 Tentang Ketentuan-Ketentuan Teknis Administrasi dan Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Uang Sewa dan Ganti Rugi Atas Tanahtanah Yang Terkena Ketentuan-Ketentuan Landreform;
- Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 258 Tahun 1975 Tentang Ketentuan-Ketentuan Teknis Administrasi dan Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Uang Sewa dan Ganti Rugi Atas Tanahtanah Yang Terkena Ketentuan-Ketentuan Landreform;
- Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 1981 Tentang Pembentukan Panitia Pertimbangan Landreform Sebagai Dimaksud Dalam Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1980;
- Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 38 Tahun 1981 Tentang Pelaksanaan Keputusan Presiden No. 55 Tahun 1980 Mengenai Perincian Tugas dan Tata Kerja Pelaksanaan Landreform;
- Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 222 Tahun 1981 Tentang Pembentukan Sub Direktorat Landreform Pada Direktorat Agraria Propinsi;
- Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor SK.31/DJA/1982 Tentang Pengangkatan Anggota-Anggota Sekretariat Panitia Pertimbangan Landreform Pusat;
- Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Perihal Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 196 Tahun 1982Tentang Pembentukan Seksi Landreform Pada Kantor Agraria Kabupaten/Kotamadya;
- Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 1984 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Ganti Kerugian dan Harga Tanah Kelebihan Maksimum dan Guntai (Absentee) Obyek Retribusi Landreform;
- Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 1984 Tentang Pembentukan Sub Direktorat Landreform Pada Direktorat Agraria Propinsi Irian Jaya.
Konsep
dasar kebijakan landreform ialah Negara mengambil tanah dari anggota masyarakan
yang menguasainya secara berlebihan untuk kemudian dibagi-bagikan kepada masyarakat
yang tidak memiliki tanah sesuai dengan skala prioritas masing-masing.[6]
Dengan demikian maka tanah-tanah yang termasuk dalam kebijakan landreform ialah:[7]
- Tanah-tanah selebihnya dari batas maksimum sebagai dimaksudkan dalam Undangundang Nomor 56 Prp Tahun 1960 dan tanah-tanah yang jatuh pada Negara, karena pemiliknya melanggar ketentuan-ketentuan Undang-undang tersebut;
- Tanah-tanah yang diambil oleh Pemerintah, karena pemiliknya bertempat tinggal diluar daerah;
- Tanah-tanah Swapraja dan bekas Swapraja yang telah beralih kepada Negara, sebagai yang dimaksudkan dalam Diktum Keempat huruf A Undang-undang Pokok Agraria;
- Tanah-tanah lain yang dikuasai langsung oleh Negara, yang akan ditegaskan lebih lanjut oleh Menteri Agraria
Tanah-tanah
sebagaimana tersebut dalam angka 1, 2, dan 3 di atas inilah yang kemudian dibagi-bagikan
dengan hak milik kepada para petani oleh Panitia Landreform Daerah Tingkat II
yang bersangkutan, menurut prioritet sebagai berikut:
- Penggarap yang mengerjakan tanah yang bersangkutan;
- Buruh tani tetap pada bekas pemilik, yang mengerjakan tanah yang bersangkutan;
- Pekerja tetap pada bekas pemilik tanah yang bersangkutan;
- Penggarap yang belum sampai 3 tahun mengerjakan tanah yang bersangkutan;
- Penggarap yang mengerjakan tanah hak pemilik;
- Penggarap tanah-tanah yang oleh Pemerintah diberi peruntukan lain berdasarkan Pasal 4 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961;
- Penggarap yang tanah garapannya kurang dari 0,5 hektar;
- Pemilik yang luas tanahnya kurang dari 0,5 hektar;
- Petani atau buruh tani lainnya.
Dengan
demikian, proses pelaksanaan kebijakan landreform, meskipun menimbulkan pro dan
kontra, namun kebijakan ini telah melahirkan hak milik atas tanah bagi
masyarakat tertentu.
Regards
Jun
[1]
Jika kita ingin membahas secara detail terkait dengan ‘landreform’, maka hal
tersebut membutuhkan bagian tersendiri. Karena permasalahan dan sistem
kebijakan landreform ini penuh akan kompleksitas, mulai dari kaitannya akan
ideologi ekonomi, politik, dan hukum. Sehingga pada bagian ini, penulis hanya
ingin membahas hanya pada pemahaman dasar terhadap ‘terjadinya hak atas tanah
berdasarkan kebijakan landreform’.
[2]
Undang-Undang
N0. 56 Prp. Tahun 1960 ini diundangkan pada tanggal 29 Desember 1960 dan mulai
berlaku pada tanggal 1 Januari 1961. Jika kita bandingkan dengan UUPA yang
diundangkan dan berlaku pada tanggal 24 September 1960, maka lahirnya UUPA dan
Undang-Undang N0. 56 Prp. Tahun 1960 hanya berselang 3 bulan 5 hari. Hal inilah
yang memberikan spekulasi di banyak kalangan, bahwasanya Undang-Undang N0. 56
Prp. Tahun 1960 ini telah dipersiapkan memang sewaktu perancangan UUPA.
Sehingga tidak mengherankan jika ada yang berpendapat bahwasanya ketentuan yang
ada dalam Undang-Undang N0. 56 Prp. Tahun 1960 ini sebenarnya akan dimasukkan
ke dalam UUPA, namun karena adanya proses tawar menawar secara politik antara
pihak yang mendukung dibatasinya luas tanah yang dapat dimiliki (Golongan orang
yang memiliki tanah luas) dengan pihak yang menginginkan dibatasinya luas tanah
yang dimiliki, sehingga akibat tawar menawar secara politik inilah yang pada
akhirnya diambil jalan tengah dengan mengetur secara tersendiri terkait dengan
penetapan batasan luas tanah pertanian yang dapat dimiliki oleh warga
masyarakat dengan jumlah luas tertentu.
[3]
Pasal 7 UUPA menyatakan “Untuk tidak merugikan kepentingan umum maka pemilikan
dan penguasaan tanah yang melampaui batas tidak diperkenankan”.
[4]
Pasal 10 ayat (1) UUPA menyatakan “Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai
sesuatu hak atas tanah pertanian pada asasnya diwajibkan mengerjakan atau
mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan mencegah cara-cara pemerasan”.
[5]
Meskipun beberapa peraturan perundang-undangan tentang landreform ini sebagian
sudah tidak berlaku lagi, namun sesuai dengan tema pembahasan kita ialah
terkait dengan ‘terjadinya hak milik atas tanah’, maka yang ingin penulis
sampaikan di sini ialah, ada masa/waktu dimana terjadinya hak milik atas tanah
tersebut terjadi berdasarkan peraturan perundang-undangan yang sudah tidak
berlaku tersebut. dan tanah tersebut masih berstatus sebagai hak milik hingga
sekarang ini. Dengan demikian, jika ada pihak yang mempermasalahkan terkait
dengan perolehan hak milik atas tanah tersebut yang diduga melanggar hukum atau
tidak sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan yang telah
ditentukan, maka landasan/dasar hukum untuk menilai hak tersebut ialah
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya pada saat perbuatan hukum itu
terjadi, meskipun peraturan perundang-undangan tersebut sekarang ini sudah
tidak berlaku lagi. Hal ini tentunya sejalan dengan asas umum hukum yang
menyatakan ‘hukum tidak boleh berlaku surut’.
[6]
Karena kebijakan landreform mengusung konsep kesama rataan, maka tidak sedikit
pihak yang menganggap bahwa kebijakan ini identik dengan sistem ekonomi
komunis, yang sangat bertolak belakang dengan sistem ekonomi kapitalis. Namun
jika kita melihat secara lebih mendalam, maka sistem kebijakan landreform tidak
dapat kita katakan sebagai perwujutan murni dari sistem ekonomi kapitalis
karena masih memberikan hak dan kesempatan kepada warga masyarakat untuk
menjadikan tanah tersebut sebagai hak miliknya, meskipun status penguasaan oleh
Negara tetaplah ada (bukan penguasaan langsung/tanah Negara). Sehingga tentu
tidak mengherankan jika kebijakan landreform yang muncul pada tahun 1960an
banyak sekali dikaitkan dengan kebijakan dan arah politik. Namun terlepas dari
itu semua, berdasarkan budaya bangsa dan Pancasila, maka kebijakan landreform
memang telah sesuai dengan bangsa kita, hanya saja dalam praktik/proses
pelaksanaannya banyak yang menuai kendala dan tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan terjadi, hal tersebutpun harus kita akui.
[7]
Pasal 1 Peraturan
Pemerintah No. 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian
Ganti Kerugian.