Permohonan
dan Gugatan
A.
Permohonan
/ Gugatan Voluntair / Voluntaire
Dasar hukum:
Ada
beberapa pendapat yang mengatakan bahwa, Penjelasan Pasal 2 (1) UU No. 14 tahun
1970 dapat dijadikan bahan acuan / masih relevan meskipun UU ini telah diubah
dengan UU 35/1999, dicabut dengan UU No 4/2004, dan UU tersebut dicabut juga
dengan UU 48/2009 tentang kekuasaan kehakiman. Adapun bunyi pasal 2 (1) UU
14/1970 yakni: “penyelenggara kekuasaan kehakiman tercantum dalam pasal 1
diserahkan kepada badan-badan peradilan dan ditetapkan dengan UU, dengan tugas
pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya”. Kemudian di dalam penjelasannya berbunyi “penyelesaian
setiap perkara yang diajukan kepada badan-badan peradilan mengandung pengertian
di dalamnya penyelesaian yang bersangkutan dengan jurusdiksi voluntair”.
selain itu ada juga yang mendasari gugatan voluntair ini dari beberapa doktrin ataupun pendapat ahli hukum yang sering dijadikan referensi pendapatnya.
B.
Gugatan
/ Gugatan Contentiosa / Gugatan Biasa / Gugatan Perdata.
Dasar hukum:
Pasal 118 (1) HIR menyatakan
“Gugatan perdata, yang pada tingkat pertama masuk
kekuasaan pengadilan Negeri, harus dimasukkan dengan surat permintaan yang
ditandatangani oleh penggugat atau oleh wakilnya
menurut pasal 123, kepada ketua pengadilan negeri di daerah hukum siapa tergugat bertempat diam atau jika tidak diketahui tempat
diamnya, tempat tinggal sebetulnya”.
Pasal 142 (1)
RBG berbunyi “Gugatan-gugatan perdata dalam tingkat pertama yang menjadi
wewenang pengadilan negeri
dilakukan oleh penggugat atau oleh seorang kuasanya
yang diangkat menurut ketentuan-ketentuan tersebut
dalam pasal 147, dengan suatu surat permohonan yang ditanda-tangani olehnya
atau oleh kuasa tersebut dan disampaikan
kepada ketua pengadilan negeri yang menguasai wilayah hukum tempat tinggal tergugat atau, jika tempat tinggalnya tidak
diketahui di tempat tinggalnya yang
sebenarnya”.
Dan juga terkait dengan
gugatan lisan terdapat dalam Pasal 120 HIR.
Yurisprudensi:
Putusan
Mahkamah Agung. No. 951 K/Pdt/2008, dalam pertimbangannya Mahkamah Agung
menyatakan “bahwa judex factie salah menerapkan hukum, karena tidak
mempertimbangkan dengan benar hal-hal yang relevan secara yuridis yaitu perkara
aquo adalah perkara kontentiosa karena menyangkut kepentingan beberapa pihak sehingga harus diperiksa
dan patut melalui gugatan perdata” dan
dalam pertimbangan MA pada paragraph berikutnya menyatakan “…, karena dalam perkara
aquo secara yuridis menuntut adanya pertanggung jawaban
dari Termohon Kasasi I selaku pemegang saham dan
pengurus PT. PSW serta melibatkan hak dan kewajiban dari
pemohon kasasi, maka perkara aquo tidak dapat hanya diproses melalui
penetapan, tetapi harus melalui proses gugatan dan putusan perkara perdata”.
C.
Perbedaan
1. Di dalam permohonan atau
gugatan voluntair hanya terdapat kepentingan sepihak saja. Sedangkan di dalam
gugatan atau contentiosa terdapat sengketa dengan pihak lain / para pihak, yang
minimal berjumlah 2 pihak.
2. Dalam gugatan voluntair,
hanya ada satu pihak yang mengajukan atau mutlak satu pihak (ex-parte). Sedangkan
di dalam contentiosa terdapat pihak lawan atau pihak ketiga yang terlibat
dengan perbedaan kepentingan.
3.
Gugatan voluntair diproses
dengan sederhana kemudian diberikan penetapan. Sedangkan dalam gugatan
contentiosa dilakukan secara kontradiktor, seperti ada replik – duplik, dan seterusnya,
yang mana masing-masing pihak berhak untuk diberikan kesempatan masing-masing
untuk melakukan penyanggahan atau pembelaan dirinya sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan, sampai menghasilkan putusan pengadilan.
Di dalam peraturan perundang-undangan kita telah tersebar hal-hal
yang dapat diajukan sebagai gugatan voluntair dan gugatan contentiosa. Namun yang
sering menarik dan dapat menjadi perhatian khusus untuk bahan pembelajaran
yakni suatu permohonan yang
mengandung sengketa baik itu sengketa
yang jelas maupun sengketa yang kurang jelas, dan ranah inilah yang biasanya
akan dimanfaatkan oleh para pihak untuk melakukan pembelaan diri. Seperti misalnya
permohonan eksekusi atas putusan arbitrase asing di Indonesia sesuai dengan
pasal 65-69 UU 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. Atau
permohonan untuk membubarkan perusahaan sesuai dengan pasal 142 Jo. Pasal 146
(1) UU 40/2007 tentang Perseroan Terbatas. Nah terhadap dua kondisi di atas
kadang menjadi samar apakah merupakan gugatan voluntair atau gugatan
contentiosa. Terhadap hal ini tidak jarang dua orang memiliki tiga pendapat.
Regard
Jun
Referensi:
HIR
RBG
UU
30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
UU 40/2007
tentang Perseroan Terbatas
UU No. 14 tahun
1970
Putusan
Mahkamah Agung. No. 951 K/Pdt/2008