KONTRAK
Pengantar:
Pada artikel ini,
penulis hanya akan membahas gambaran singkat terkait dengan kontrak. Tanpa
teori-teori yang menjejal.
Latar Belakang
PERIKATAN (dalam buku
III) menimbulkan adanya kewajiban dan hak. Perikatan timbul dari 2 hal:
1.
PERISTIWA. Ini terkait dengan yang
DILARANG dan DIBOLEHKAN, semuanya itu bermuara pada UU, karena UU yang
menentukan apa yang dilarang dan dibolehkan.
2.
PERJANJIAN, inilah yang timbul karena
adanya KONTRAK
3 elemen untam hukum
kontrak:
1.
Subjek hukum (Buku I)
2.
Objek hukum (Buku II)
3.
Hubungan hukum / Peristiwa (Buku III)
Transaksi bisnis:
1.
Subjek hukum
a. Siapa
yang berkontrak, jika diwakili (kewenangan).
b. Tanggaung
jawabnya selama pra kontrak – kontrak (prestasi) – pasca kontrak
2.
Objek hukum
a. Jenis
benda (berwujud maupun tidak)
b. Penyerahan,
daluarsa, pembayaran, bezit[1],
dll.
3.
Hubungan atau peristiwa hukum
a. Sifat
hukumnya (legal nature)
b. Segala
tentang hak dan kewajiban
Syarat sahnya kontrak
(1320 KUHPerdata[2]):
1.
Sepakat.
Persetujuan
terhadap pertemuan kepentingan antara kedua belah pihak.
2.
Kecakapan:
Pasal
1330 KUHPer, menentukan bahwa yang tidak cakap hukum yakni:
a. Anak
yang belum dewasa (berusia dibawah 21 tahun
dan belum menikah (Pasal 330 BW))
b. Orang
yang ditaruh di bawah pengampuna (seperti orang gila, atau cacat mental)
c. Perempuan yang telah kawin
( sudah tidak berlaku. Lihat SEMA No. 3 / 1963.)
3.
Hal tertentu (barang yang bernilai
ekonomis, baik berwujud maupun tidak. Lihat Pasal 1332 dan 1334 BW)
4.
Sebab yang halal (tidak bertentangan
dengan UU. Dalam BW diatur pada Pasal 1335-1337).
Syarat 1 dan 2
merupakan syarat Subyektif, dengan konsekuensi hukum jika tidak terpenuhi
syarat tersebut yakni DAPAT DIBATALKAN.
Syarat 3 dan 4
merupakan syarat obyektif, dengan konsekuensi hukum jika tidak terpenuhi syarat
tersebut yakni BATAL DEMI HUKUM.
Isi dari kontrak (1234
KUHPer[3])
1.
Untuk memberikan/menyerahkan sesuatu
2.
Untuk berbuat sesuatu, atau
3.
Untuk tidak berbuat sesuatu
Perincian
terkait ketiga isi kontrak ini terdapat dalam Pasal 1235 sampai Pasal 1242.
Beberapa perjanjian
khusus (Nominaat):
1.
Jual – Beli (1457-1540), pasal menarik:
a. Konsensualisme
/ kesepakatan (1458).
b. Hak
re-clame / mengambil kembali (1145)
c. Terkait
dengan tanah dan bangunan (UUPA)
2.
Tukar menukar (1541 – 1546)
3.
Sewa menyewa (1548 – 1600), pasal
menarik:
a. Sub-lease
(1559)
b. Meninggal,
tidak menghapuskan perjanjian sewa (1575)
c. Objekdijual
juga tidak menghapuskan perjanjians sewa (1576)
4.
Melakukan pekerjaan (1601 – 1617), pasal
menarik:
a. Jasa
sementara (1601)
b. Perburuhan
(1601a) bandingkan dengan UU Perburuhan
c. Pemborongan
pekerjaan (1601b)
5.
Perseroan (1618 – 1652)
6.
Perkumpulan (1653 – 1665)
7.
Hibah (1666 – 1693)
8.
Penitipan barang (1694 – 1739)
9.
Pinjam pakai (1740 – 1753)
10.
Pinjam meminjam (1754 – 1773), pasal
menarik:
a. Besaran
bungan ditentukan oleh UU dan kesepakatan (1767)
11.
Untukng-untungan (1774 – 1791)
12.
Pemberian kuasa (1792 – 1819)
a. Kuasa
subtitusi (1803)
13.
Penanggungan utang (1820 – 1850), pasal
menarik:
a. Waive
(1831)
b. Subrogasi
(1840)
14.
Perdamaian (1851 – 1864)
Tentu selain
perjanjian-perjanjian bernama di atas, masih banyak bentuk perjanjian yang
inominaat, yang timbul di dalam interaksi masyarakat.
Dalam praktik bisnis
sekarang ini ada beberapa penjanjian khusus yang lazim terjadi seperti: sewa
guna usaha, anjak piutang, modal ventura, kredit, PSC (production sharing contract), TAC (Technical assistance contract), JOP (joint operation contract), JVA (joint
venture agreement), CoW (contract of
work), dan lain-lain.
Cara hapusnya kontrak
(1381 – 1456):
1.
Pembayaran (1382 – 1403)
2.
Penawaran pembayaran tunai diikuti oleh
penyimpanan / penitipan (1404 – 1412)
3.
Pembaruan utang (1412 dan 1413)
4.
Kompenasi / perjumpaan utang (1425 –
1435)
5.
Percampuran utang (1436 – 1437)
6.
Pembebasan utang (1438 – 1443)
7.
Musnahnya barang yang terutang (1444 dan
1445)
8.
Batal / pembatalan (1446 – 1456)
9.
Berlakunya suatu syarat batal (1381 –
1265)
10.
Lewatnya waktu (1946, dan 1967 – 1977)
Referensi
1.
KUHPerdata
(BW)
2.
SEMA
No. 3 / 1963
3.
Bahan
Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA), pada CLE-FHUI, 27 April 2013, yang
disampaikan oleh Dr. Miftahul Huda, S.H., LL.M.
Regard
Jun
[1]
Bezit adalah suatu keadaan lahir,
dimana seorang menguasai suatu benda seolah-olah kepunyaannya sendiri, yang
oleh hukum diperlindungi, dengan tidak mempersoalkan hak milik atas benda
sebenarnya pada siapa. Perkataan bezit berasal dari perkataan “zitten” sehingga
secara letterlijk berarti menduduki. Bezit harus dibedakan “dentitie” dimana
seseorang menguasai suatu benda berdasarkan suatu hubungan hukum dengan seorang
lain, ialah pemilik atau beziter dari benda itu
[2]
Pasal 1320 “Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi empat
syarat;
1. kesepakatan
mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan
untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu
pokok persoalan tertentu;
4. suatu
sebab yang tidak terlarang.”
Pasal
1337 “Suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang
atau bila sebab itu bertentangan
dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum.”.
Bandingkan dengan Pasal
1338: “Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat
ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undangundang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
(pertanyaannya adakah kebebasan berkontrak,?).
[3]
Pasal 1234 “Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu.” (penjelasan rincinya ada dalam Pasal