Maksud dan Tujuan Serta Kegiatan Usaha Perseroan

Pasal 2 UUPT Menyatakan “Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan”. Kemudian di dalam Pasal 18 UUPT dikatakan lagi “Perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Secara sepintas ini dari Pasal 18 ini yakni, maksud dan tujuan Perseroan harus dicantumkan dalam anggaran dasar Perseroan.

Mengacu kepada penjelasan Pasal 18 UUPT yang menyatakan “Maksud dan tujuan me rupakan usaha pokok Perseroan. Kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh Perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Untuk ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 2 UUPT di ataslah yang sangat banyak terdapat ketentuannya. Kita dapat membaginya menjadi dua kelompok:

Ketertiban umum, dan / atau Kesusilaan

Ketentuan ini sebagian besar tidak terkodifikasi, dan sangat abstrak, namun tidak jarang ketentuan terkait dengan “Ketertiban umum dan / atau Kesusilaan” dijadikan pembelaan dalam banyak hal. Misalnya saja dalam mengajukan permohonan eksekusi atas putusan arbitrase, kedua istilah inilah yang dijadikan senjata pamungkas oleh pihak yang menolak eksekusi. Namun kali ini kita hanya akan membahas terkait dengan Perseroan.

Kegiatan usaha perseroan yang bertentangan dengan ketertiban umum misalnya pornografi, Prostitusi, dan lain-lain. Jika ada yang melihat di beberapa tempat adanya praktik prostitusi yang dilegalkan, maka perlu diingat bahwa yang kita bahas adalah terkait Perseroan. Dan belum ada penulis temukan sebuah Perseroan menjalankan kegiatan usaha secara khusus dibidang Prostitusi.

Ketentuan Peraturan Perundang – Undangan

Di Indonesia, bidang usaha perseroan diatur dalam UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal.

Pada dasarnya Indonesia membebaskan pelaku usaha untuk menanam modal di dalam semua bidang usaha kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan persyaratan.[1] Kemudian  UU 25/2007 memberikan penegasan terkait dengan bidang usaha yang dilarang untuk penanam modal asing, bidang usaha tersebut yakni:[2]

  1. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
  2. bidang usaha   yang  secara  eksplisit  dinyatakan tertutup berdasarkan undang-undang.
Selanjutnya Pasal 12 (4) dan Pasal 13 (1) UU 25/2007, mengamanatkan untuk adanya Peraturan Presiden untuk mengatur terkait dengan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan, sehingga dalam perjalanannya lahirlah beberapa Peraturan Presiden, yang pertama Perpres 77/2007, kemudian diubah dengan Perpres 111/2007, dan terakhir diganti dengan Peraturan Presiden No. 36 Tahun 2010 tersebut.

Daftar terkait dengan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, terdapat di dalam lampiran Perpres 36 /2010, yang selengkapnya dapat dilihat pada situs resmi BKPM.

Regards
Jun








[1] Pasal 12 (1), UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
[2] Ibid, Pasal 12 (2).

Mas Yadi

Author :

Seluruh artikel yang ada di Blog ini merupakan karya dari penulis sendiri, dan jika ada karya dari orang lain, maka sebisa mungkin akan penulis cantumkan sumbernya. Untuk memberikan Masukan, Saran, Sanggahan, dan Pertanyaan, silahkan menggunakan link Contact yang tersedia. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda.
Share Artikel