Pic. by. http://english.hani.co.kr


TREANS PACIFIC PARTNERSHIP

A.    Terbentuknya Trans-Pacific Partnership

Sebelum berdirinya Trans-Pacific Partnership (TPP), pada tahun 2005 terdapat sebuah perjanjian perdagangan antara negara Brunei, Chili, Selandia Baru, dan Singapura yang tergabung dalam Trans-Pacific Stategic Economic Partnership (TPSEP). TPSEP memiliki tujuan untuk meliberalisasi negara-negara di kawasan Asia-Pasifik. Pada tahun 2010, negosiasi dilakukan antara Amerika Serikat dengan  negara TPSEP dengan mengikutsertakan Australia, Peru, Vietnam dan Malaysia untuk merumuskan TPP yang merupakan perluasan dari TPSEP. Terbentuklah TPP  yang merupakan sebuah blok perdagangan bebas beranggotakan dari dua belas negara, yaitu Amerika Serikat, Kanada, Australia, Jepang, Selandia Baru, Meksiko, Chili, Peru, Malaysia, Singapura, Brunei dan Vietnam. Kemudian, Jepang, Meksiko, dan Kanada bergabung dan diterima menjadi anggota sebagai latecomers dengan syarat tidak mengubah kesepakatan yang sudah dicapai serta tidak memiliki hak veto terhadap hal-hal yang sudah dan akan disepakati sembilan anggota asli TPP-9.
Kerja sama perdagangan ini merupakan traktat untuk membendung ekspansi perdagangan Tiongkok. Traktat ini merepresentasikan 40 persen PDB dunia karena negara-negara yang tergabung di dalamnya memiliki dominasi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) global.[1] Data Word Bank tahun 2015 Amerika Serikat khususnya, memiliki PDB sebesar US$ 17,41 triliun atau 16,3 persen terhadap total perekonomian global pada akhir 2014. Ditambah dengan negara anggota lainnya,  Jepang  sebesar US$ 4,60 triliun, Kanada sebesar US$ 1,79 triliun,  Australia sebesar US$ 1,45 triliun, Meksiko sebesar US$ 1,28 triliun, Malaysia sebesar US$ 0,326 triliun,  Singapura sebesar US$ 0,307 triliun,   Chili sebesar US$ 0,258 triliun,  Peru sebesar US$ 0,202 triliun,  Selandia Baru sebesar US$ 0,188 triliun,  Vietnam sebesar US$ 0,186 triliun, dan Brunei sebesar US$ 0,017 triliun.
Namun demikian, semenjak akhir 2013, Amerika Serikat bukan lagi negara dengan perekonomian terbesar di dunia. Tiongkok secara resmi mengambil alih posisi negeri “Paman Sam” sebagai negara perekonomian adidaya. Tiongkok memiliki PDB sebesar US$ 17,6 triliun atau 16,5 persen dari total PDB dunia. Hal inilah yang menjadi salah satu latar belakang  Amerika Serikat membentuk TPP. Sebab, TPP akan memberikan insentif kekuatan baru bagi Amerika Serikat dalam  meredam perekonomian Tiongkok melalui aturan-aturan ketat. Berikut adalah beberapa konten yang terdapat dalam TPP: kompetisi perdagangan antaranggota, kerja sama dan pembangunan kapasitas perdagangan, layanan perdagangan lintas batas, perusahaan e-commerce, pengadaan barang dan jasa untuk pemerintah, telekomunikasi terkait perdagangan, akses mudah untuk barang ke pasar, tekstil dan pakaian, perdagangan obat, serta beberapa konten lainnya.
TPP memiliki kontroversi dengan sistem perundingan yang tertutup. Oleh karena itu, sejauh ini belum ada data konkret yang menjelaskan kondisi di dalam TPP. Sementara di sisi lain, TPP merupakan  pasar besar yang cukup menguntungkan bagi produk Indonesia jika bergabung  namun menciptakan ancaman bagi  Indonesia yang  terbuka dengan dua belas negara di dalamnya.

B.    Amerika Serikat dan Trans-Pacific Partnership

Uniknya, sekalipun TPP digagas oleh AS, namun sejak kampenyenya Donald Trump berjanji untuk menarik AS dari keanggotaan TPP segera setelah dirinya dilantik sebagai presiden AS. Sebagai gantinya, Trump akan menjalin perjanjian perdagangan yang dinegosiasikan secara bilateral sebagaimana pernyataan Trump dalam akun resmi Twitternya pada tanggal 17 April 2018.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe beberapa waktu lalu pun sempat menyatakan bahwa TPP tidak ada artinya tanpa AS. Namun, pada akhirnya parlemen Jepang meratifikasi TPP.[2] Segera setelah dirinya dilantik maka Trump langsung merealisasikan janjinya tersebut. Dalam pernyataannya pada tanggal 3 Juni 2015, melalui akun twitternya Donald Trump menyatakan bahwa TPP dapat meningkatkan deficit perdagangan AS, sebagaimana pernyataannya berikut:

Setelah keluar dari TPP trump membuka kemungkinan untuk bergabungnya kembali AS di TPP. Akan tetapi isyarat yang dilontarkan oleh Trump ialah adanya perubahan ketentuan atau renegosiasi dari ketentuan dalam TPP.

Keberadaan Amerika Serikat dalam TPP penting dan menarik untuk dicermati mengingat pangsa pasar dan kekuatan ekonomi Amerika Serikat yang sangat besar, yang sekarang sedang menjadi rival utama dari Tiongkok.

C.    Indonesia dan Trans-Pacific Partnership

Isu akan pilihan bergabung atau tidaknya Indonesia dalam TPP belakangan menjadi hangat diperbincangkan. Perjanjian yang dibahas sejak era presiden SBY tersebut belakangan mencuat ketika kunjungan presiden Jokowi ke Amerika Serikat setelah terpilih menjadi presiden dan mengungkapkan niat Indonesia untuk bergabung dalam TPP. Sebagian orang menilai bahwa pernyataan presiden Jokowi tersebut tak terduga, karena sebelumnya Indonesia sudah diajak bergabung berkali-kali di masa Presiden Yudhoyono, namun Indonesia memilih untuk mengambil jarak. Karena TPP seakan dibentuk AS untuk menghadapi Cina, sementara Indonesia secara politik ingin memelihara hubungan baik dengan Cina.
Mantan Menteri Lingkungan Hidup era Presiden Soeharto, Emil Salim menolak rencana kerja sama perdagangan Trans Pasific Partnership (TPP) dengan Amerika Serikat (AS). Sebab, keberadaan TPP justru dinilai untuk kepentingan ekonomi tanpa melihat sisi moral di Indonesia.[3] Dia melanjutkan bahwa Emil mengungkapkan ada tujuh bab yang terdapat dalam perjanjian TPP yang dinilai negatif, antara lain Bab 9, 15, 17, 18, 11, 19 dan 22. Salah satu Bab 9 mengenai Investor State Dispute Settlement, merupakan bab yang paling pertama merugikan Indonesia. Selain itu juga beberapa kalangan menganggap bahwa Indonesia tidak akan memperoleh manfaat yang maksimal jika bergabung dengan TPP karena Indonesia tidak ikut serta secara langsung dalam ptoses perundingan TPP, sehingga secara langsung Indonesia kehilangan kesempatan untuk memperjuangkan hak-haknya disaat perundingan TPP tersebut.
Dalam diskusi publik yang diadakan pada hari Rabu, 6 September 2016 di Gedung DPR RI, Ir. Tjahja Widayanti, Msc (Kepala Badan Pengkajian & Pengembangan Perdagangan) yang menjadi salah satu narasumber acara mengatakan ?apabila Indonesia tidak bergabung dalam TPP akan berpotensi kehilangan USD 306 juta akibat pengalihan perdagangan (trade diversion) dari Indonesia ke negara TPP. Jika Indonesia bergabung dalam TPP, potensi perdagangan meningkat menjadi USD 2,9 milyar dan akan menjadi negara penerima terbesar keempat setelah Amerika, Jepang dan Vietnam?. Dia juga mengakui jika Indonesia bergabung dalam TPP akan mengalami penurunan surplus diawal tetapi setelah establish akan meningkatkan kesejahteraan konsumen sebesar USD 161 juta.[4]
Perlu diketahui bersama bahwa komitmen liberalisasi TPP sangat tinggi melebihi World Trade Organization (WTO) yang akan mempengaruhi sektor ? sektor penting di Indonesia seperti BUMN, Pertanian dan investasi. TPP tidak hanya mengatur hubungan eksternal Indonesia dengan negara asing namun juga mengatur secara Internal. Terutama pada penyelesaian sengketa dalam investasi (ISDS), pengadaan pemerintahan, ketenagakerjaan, dan usaha kecil menengah. Sehingga Indonesia tidak bisa memperjuangkan kepentingannya karena harus mengikuti peraturan yang berlaku. Fokus utama TPP bertentangan dengan kedaulatan ekonomi di Indonesia. Potensi TPP yang besar untuk masuk ke Indonesia perlu juga di waspadai karena belum tentu benar menjadi bebas tetapi akan banyak aturan. Misalnya pengadaan barang dilakukan oleh swasta dan penghapusan BUMN. TPP harus dilihat secara objektif, kita perlu melakukan gap analisis dengan melihat UU dan peraturan hukum nasional (Perpres, Permen dan melihat peraturan TPP).

D.    Kesimpulan

Saat ini, keanggotaan TPP ialah Kanada, Australia, Jepang, Selandia Baru, Meksiko, Chili, Peru, Malaysia, Singapura, Brunei dan Vietnam, dengan posisi Amerika Serikat bersedia untuk bergabung kembali dengan persyaratan tertentu yang tentunya menguntungkan negaranya. Satu hal yang pasti bahwa jika Amerika Serikat bergabung maka 40 persen PDB dunia terhimpun dalam TPP, artinya ini pasar yang sangat prospektif. Selain itu melihat komposisi keanggotaan dari TPP sekarang ini maka Vietnam akan mengambil keuntungan yang besar sebagai negara tujuan investasi bagi negara anggota lainnya yang tergolong lebih mampun. Memang Indonesia tidak bisa menerima begitu saja tanpa ada ketentuan yang menguntungkan bagi Indonesia, artinya harus dikaji ketentuan yang memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk bergabung di TPP barulah ikut bergabung dan memanfaatkan potensi pasar yang sangat besar tersebut. Minimal Indonesia bisa mengikuti jejak Amerika Serikat dengan kesediaan ikut asalkan dilakukan negosiasi dengan mengakomodir kepentingannya, paling tidak Indonesia tidak pernah keluar seperti Amerika Serikat.





[1] BBC News, “Plus minus niat gabung Kemitraan Trans-Pasifik TPP”, tanggal 28 Oktober 2015, Online, diakses dari https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2015/10/151027_indonesia_tpp, pada tanggal 29 November 2018.
[2] Kompas.com, Trump Taken Surat Perintah AS Keluar Dari TPP, tanggal 24 Januari 2017, Online, diakses dari:  https://ekonomi.kompas.com/read/2017/01/24/080200726/trump.teken.surat.perintah.as.keluar.dari.tpp, pada tanggal 29 November 2018.
[3] Merdeka.com, “Menteri LHK era Soeharto sebut perjanjian TPP rugikan Indonesia”, tanggal 7 September 2016, online, diakses dari https://www.merdeka.com/uang/menteri-lhk-era-soeharto-sebut-perjanjian-tpp-rugikan-indonesia.html, pada tanggal 29 November 2018.
[4] Indonesia AID Coalition, “TPP (TRANS-PACIFIC PARTNERSHIP) MANFAAT ATAU ANCAMAN”, tt, online, diakses dari https://www.iac.or.id/tpp-trans-pacific-partnership-manfaat-atau-ancaman/, pada tanggal 29 November 2018.

Mas Yadi

Author :

Seluruh artikel yang ada di Blog ini merupakan karya dari penulis sendiri, dan jika ada karya dari orang lain, maka sebisa mungkin akan penulis cantumkan sumbernya. Untuk memberikan Masukan, Saran, Sanggahan, dan Pertanyaan, silahkan menggunakan link Contact yang tersedia. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda.
Share Artikel