Jaminan Utang Dengan Sertipikat Tanah

Pertanyaan:

Si A meminjam uang kepada si B sebesar 20 Juta dengan jaminan Sertipikat milik si C tanpa ada surat kuasa dari si C. Lalu si A menghilang entah kemana. Kemudian si C menuntut kepada si B untuk mengembalikan sertipikatnya. Sementara si B bertahan akan menyerahkan sertipikat tersebut apabila ditebus 20 juta sesuai pinjaman si A.

Si C menuntut karena merasa tidak pernah memberikan surat kuasa kepada si A untuk menggunakan sertipikatnya untuk meminjam uang pada si B. Si B juga bertahan karena sertipikat tersebut adalah pegangan yang dijaminkan oleh si A. Sebagai catatan proses peminjaman itu tidak melalui perjanjian, hanya kwitansi bermaterai 6000. Karena memang si B tidak menyangka akan terjerat dengan masalah seperti ini.

Yang mau saya tanyakan adalah sikap mana yang benar atara si B atau si C, sementara si A sebagai kunci kasus telah menghilang. Mohon alasannya ?

Jawaban:

Tindakan seperti ini sering sekali terjadi di lingkungan masyarakat, faktor utamanya ialah karena adanya rasa kedekatan antara para pihak dan/atau kurang pahamnya terkait dengan aturan hukum yang berlaku. oleh karena itu, sebelum menjawab pertanyaan anda, terlebih dahulu saya akan sedikit menyinggung terkait dengan jaminan atas tanah.

Perlu diketahui bahwa, menjadikan tanah (benda tidak bergerak) sebagai jaminan utang tidaklah sama dengan menjaminkan kendaraan bermotor (benda bergerak) sebagai jaminan utang. Masing-masing punya aturan yang berbeda, sehingga konsekuwensi hukumnya juga berbeda.

Khusus untuk jaminan atas tanah diatur oleh UU No. 4 Tahun 1996 Tetang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah. Di dalam Pasal 1 angka (1) UU No. 4 Tahun 1996 dikatakan:
Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.

Terkait dengan hak atas tanah yang diatur dalam UU No.5 Tahun 1960 (UUPA), terdapat banyak jenis hak atas tanah, yaitu:[1]
  1. hak milik,
  2. hak guna-usaha,
  3. hak guna-bangunan,
  4. hak pakai,
  5. hak sewa,
  6. hak membuka tanah,
  7. hak memungut-hasil hutan,
  8. hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas yang akan ditetapkan dengan Undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang disebutkan dalam pasal 53.


Nmun yang dapat dijadikan sebagai hak tanggungan hanyalah:[2]
1.    Hak Milik;
2.    Hak Guna Usaha;
3.    Hak Guna Bangunan;
4.    Hak Pakai atas tanah Negara;
5.    Hak Pakai atas tanah Hak Milik;
6.    Hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan.

Kemudian hak atas tanah yang dapat dijadikan sebagai hak tanggungan ini jika akan dijadikan jaminan untuk pelunasan utang tertentu, maka harus melalui proses yang telah ditentukan dalam UU No. 4 Tahun 1996. Urutan prosenya secara garis besar ialah:
  1. Pembuatan perjanjian utang piutang yang di dalamnya memuat janji untuk memberikan hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu;
  2. Pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT;
  3. Hak Tanggungan didaftarkan pada Kantor Pertanahan;
  4. Sebagai tanda bukti adanya Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan sertifikat Hak Tanggungan;
  5. Sertifikat Hak Tanggungan diserahkan kepada pemegang Hak Tanggungan;
  6. Jika debitur (orang yang berutang) cidera janji, maka Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan berlaku sebagai pengganti grosse acte Hypotheek sepanjang mengenai hak atas tanah.


Inilah sebabnya utang yang dijaminkan dengan hak tanggungan atas tanah lebih disukai oleh krediutr dibandingkan dengan jaminan lainnya, sebab jika debitur ingkar janji untuk melunasi utang-utangnya, maka kreditur dapat langsung melakukan eksekusi terhadap objek jaminan tanpa harus melakukan gugatan ke Pengadilan. Namun prosesnya yang cukup rumit membuat sebagian kalangan khususnya kreditur perorangan untuk malas melaksanakan ketentuan proses penjaminan yang seharusnya dilakukan, sehingga tidak jarang kita temukan orang yang meminjam uang dengan jaminan sertifikat tanah dan hanya dilakukan berdasarkan surat perjanjian utang-piutang saja, bahkan ada yang hanya perjanjian lisan.

Kembali ke pertanyaan di atas

Terkait dengan kasus di atas, maka saya dapat memberikan catatan-catatan sebagai berikut:

1.      Untuk si B

Dalam kasus di atas, maka si B tidak dapat mengeksekusi objek jaminan yang sertipikatnya dia pegang, karena proses penjaminan utang yang menggunakan hak atas tanah tidak dilakukan sesuai dengan prosedur peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sehingga tindakan yang dapat dilakukan oleh si B ialah melaporkan si A kepada pihak berwajib terkait dengan dugaan tindak Pidana Penggelapan atau Penipuan (Tergantung dari duduk permasalahnya secara rinci, sebab Penggelapan dan Penipuan memiliki perbedaan yang tipis). Selain itu, si B juga dapat melakukan gugatan ke pengadilan terhadap si A sekaligus memohon sita jaminan atas harta benda yang dimiliki oleh si A, dengan dasar alat bukti yang ada (seperti kwitansi peminjaman uang, karena tidak ada perjanjian secara tertulis).

2.      Untuk si C

Dia dapat meminta kepada si B untuk mengembalikan sertipikat miliknya, karena secara hukum si B tidak memiliki alas hak yang kuat untuk menguasai dan/atau memiliki sertipikat milik si C. Jika si B menolak untuk memberikan sertipikat, maka dapat ditempuh melalui proses hukum baik itu secara pidana atau perdata. Secara pidana dapat dilakukan dengan melaporkan si A atas dugaan tindak pidana Penggelapan agar sertipikat yang dikuasai oleh si B disita sebagai barang bukti dan dikembalikan kepada yang berhak berdasarkan peraturan perundang-undangan. Selain itu, si C juga dapat menempuh jalur perdata dengan mengajukan gugatan Perbuatan Melawan Hukum kepada si B karena menguasai sertipikat hak atas tanah miliknya.


Regards
Jun




[1] Lihat Pasal 16 ayat (1) UUPA.
[2] Lihat Pasal 4 UU No. 4 Tahun 1996 Tetang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah

Mas Yadi

Author :

Seluruh artikel yang ada di Blog ini merupakan karya dari penulis sendiri, dan jika ada karya dari orang lain, maka sebisa mungkin akan penulis cantumkan sumbernya. Untuk memberikan Masukan, Saran, Sanggahan, dan Pertanyaan, silahkan menggunakan link Contact yang tersedia. Semoga artikel ini bermanfaat untuk Anda.
Share Artikel